Para pemuda yang tergabung dalam Solidaritas Pemuda Kristen (SPK) Tangerang meminta semua tokoh masyarakat dan unsur umat kristiani berhenti melakukan politisasi terhadap gereja.
Ketua Solidaritas Pemuda Kristen (SPK) Tangerang, Darwin Silaban menyatakan, tahun politik menuju Pilpres dan Pileg sudah menyita perhatian publik. Namun, politisasi gereja sering terjadi dalam berbagai komunikasi politik yang dilakukan sejumlah politisi.
“Kami menyerukan agar di-setop politisasi gereja. Memang, Pilpres dan Pileg masih beberapa bulan lagi, namun kita rasakan hari ini politisasi dengan bermunculannya spanduk,reklame serta baliho para politisi yang akan berkontestasi di 2019,” ujar Darwin Silaban, Kamis (19/09/2018).
Menurut dia, proses demokrasi tercoreng oleh ulah para politisi yang memanfaatkan rumah ibadah untuk bersosialisasi dan melakukan kampanye.
Padahal, lanjutnya, seharusnya politik bertujuan untuk kemaslahatan serta kebaikan bersama. “Bukan untuk kepentingan pribadi, apalagi sampai memanfaatkan rumah ibadah untuk pemenuhan hasrat berkuasa semata,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Darwin, gereja seharusnya tidak boleh masuk kedalam politik praktis. Gereja harus tetap berdiri sebagai benteng iman, dan juga sebagai pembimbing rohani bagi siapa pun yang akan melakukan politik praktis.
“Seharusnya gereja mengedepankan pelayanan, serta memberi kabar baik tentang kebenaran Firman Tuhan,” ucap Darwin.
Menurut dia, jika politisasi terus dilakukan oleh otoritas gereja, maka akan berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan jemaat terhadap otoritas gereja itu sendiri.
Dia pun meminta para pemimpin gereja agar aktif melakukan kontrol sosial dan menanamkan nilai-nilai Kristiani.
“Ketika ada pemerintah korup, para pemimpin gereja harus berani mengoreksi. Di sisi lain, umat kristen yang bukan pemimpin gereja juga harus aktif berkarya di dalam politik maupun di berbagai bidang lainnya, agar menjadi garam dan terang bagi dunia,” tegasnya.
Sekjen SPK Tangerang Robert Nainggolan menambahkan, otoritas gereja tidak boleh buta politik, bukan berarti melegalkan politisasi.
Menurut dia, gereja harus tetap berada di koridor yang benar dan tidak membuat pernyataan yang menggiring opini dukungan kepada politisi.
“Pemimpin gereja seharusnya bisa menahan diri serta memberikan pendidikan politik yang baik terhadap warga gereja agar tidak mudah ter-agitasi dengan janji-janji politik yang menyesatkan,” ujar Robert.(JR)