Beri Karpet Merah Bagi Investor, Ranperda RZWP3K Banten Ditolak

Beri Karpet Merah Bagi Investor, Ranperda RZWP3K Banten Ditolak

- in NASIONAL
544
0
Beri Karpet Merah Bagi Investor, Ranperda RZWP3K Banten Ditolak.Beri Karpet Merah Bagi Investor, Ranperda RZWP3K Banten Ditolak.

Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai,  pembahasan Rancangan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ranperda RZWP3K) Banten harus ditolak. Soalnya, di dalam Ranperda itu, sangat nyata memberikan karpet merah bagi investasi.

Sekjen Kiara, Susan Herawati menuturkan, Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang sampai saat ini masih menyelesaikan pembahasan Ranperda RZWP3K. Perda RZWP3K merupakan mandat UU 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Di dalam dokumen Ranperda RZWP3K yang telah disusun, disebutkan sejumlah alokasi peruntukkan ruang di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, yang terdiri dari proyek pariwisata, pelabuhan, pertambangan, industri, energi, konservasi, pipa bawah laut, dan kawasan strategis nasional.

Susan menegaskan, dilihat dari peruntukkan ruang, permukiman nelayan di Banten tak memiliki tempat dalam draf Ranperda ini. Dengan demikian, pada dasarnya Ranperda ini tidak berpihak terhadap masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisional.

Pusat Data dan Informasi KIARA (2019) mencatat, luasan terbesar dalam Ranperda adalah kawasan strategis nasional seluas 54.44 persen. Sisanya, dibagi oleh perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan lain sebagainya.

Susan mengajak masyarakat untuk menolak Ranperda RZWP3K karena disusun bukan untuk kepentingan masyarakat.

“Masyarakat harus menolak Ranperda RZWP3K Provinsi Banten. Karena disusun untuk kepentingan investasi reklamasi, tambang, pariwasata, dan lain sebagainya,” tegas Susan Herawati, Kamis 22 Agustus 2019.

Susan menyatakan, data menunjukkan bahwa Ranperda RZWP3K Provinsi Banten tidak memberikan ruang yang adil untuk permukiman nelayan.

Padahal, provinsi ini memiliki rumah tangga nelayan tradisional sebanyak 9.235, yang terdiri dari 8.676 keluarga nelayan tangkap dan 559 keluarga nelayan budidaya.

“Inilah bentuk ketidakadilan sekaligus bentuk perampasan ruang yang akan dilegalkan melalui Perda,” katanya.

Menurut dia, adanya alokasi ruang untuk perikanan tangkap, tapi itu berada di titik-titik terjauh yang kecil kemungkinan dapat diakses oleh nelayan tradisional dengan menggunakan kapal di bawah 10 GT.

“Pertanyaannya adalah, untuk siapakah kawasan perikanan tangkap tersebut dialokasikan?” tanya Susan.

Selain itu, dengan memperhatikan data alokasi ruang, sangat terlihat arah pembangunan laut di provinsi Banten yang berorientasi pembangunan infrastruktur melalui Kawasan Strategis Nasional (KSN) sekaligus pembangunan ekstraktif-eksploitatif melalui proyek pertambangan.

Belum lagi alokasi ruang untuk proyek reklamasi yang berada di 54 kawasan pesisir Banten. “Proyek-proyek ini dipastikan akan menggusur ruang hidup masyarakat pesisir. Tak ada pilihan lain bagi masyarakat kecuali menolak Ranperda RZWP3K yang memberikan karpet merah bagi investasi, tetapi merampas ruang hidup masyarakat pesisir, khususnya nelayan,” pungkas Susan.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

GMKI Sambut Baik Kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta)