Diduga telah terjadi mark-up dan pelanggaran Undang Undang Perkeretaapian, pemerintah diminta segera membatalkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Nilai proyek yang sangat besar ternyata tidak sebanding dengan pengadaan yang dilakukan. Selain itu, proyek yang digagas Menteri Perhubungan ini pun disebut telah melanggar Undang Undang Perkeretaapian.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN) Arief Poyuono menyampaikan, selain Undang Undang Perkeretaapian yang dilanggar, proyek itu pun telah melanggar Peraturan tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional.
“Dan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah atau RTRW, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu tidak ada dalam RTRW Provinsi Jawa Barat dan Provinsi DKI Jakarta. Proyek itu telah melanggar Pergub Jawa Barat tentang Rencana Induk Kereta Api Jawa Barat,” ujar Arief dalam keterangan persnya, Jumat (29/01/2016).
Dia menyampaikan, proyek Kereta cepat Jakarta-Bandung yang telah di-groundbreaking oleh Presiden Jokowi itu merupakan bentuk kerjasama public-private partnerships (PPPs) or private finance initiatives (PFIs) antara China Railway International Group dan 5 perusahaan BUMN yaitu PTPN 8, PT KAI, PT Jasa Marga dan PT INKA serta PT Wika.
Menurut Arief, nilai proyek ini adalah sebesar 5 miliar dolar amerika. Jika ditaksir, lanjut dia, berarti untuk 1 kilometer pembangunan infrastruktur high speed line 150 Km adalah sebesar 33,3 juta dolar amerika per kilometernya.
“Anggaran itu sangat tidak masuk akal, karena ketika China Railway Group membangun proyek Kereta Cepat jalur Haikou-Sanya di China sepanjang 308 Km, per kilo meter hanya 10 juta dolar merika, padahal jalur Haikou-Sanya di China itu secara geological jauh lebih sulit dibandingkan Jakarta-Bandung,” ungkap Arief.
Dugaan mark-up kian merekab, lanjut dia, apalagi lahan yang digunakan sebagai jalur dalam proyek Kereta Cepat lebih banyak mengunakan lahan PTPN 8, yang sebenar tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membebaskan lahan.
“Karena lahan PTPN 8 sudah dijadikan Penyertaan Modal dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu loh,” ujarnya.
Arief menekankan, fakta tersebut memperkuat adanya dugaan mark-up dalam proyek kereta cepat tersebut. Dugaan mark up anggaran projek Kereta Cepat Jakarta Bandung tersebut jumlahnya tidak tanggung tanggung yaitu sebesar 3,5 miliar dolar amerika, jika mengunakan acuan biaya proyek Kereta Cepat Haikuo – Sanya di China yang hanya butuh 10 juta USD per kilometernya.
“Selain itu, sangat tidak mungkin walau pembiayaan proyek tersebut dengan cara private finance initiative atau tidak mengunakan APBN katanya. Tetapi dari data yang ada pembangunan Kereta Cepat yang bekerja sama dengan China Railway International Group (CRIG ) pasti akan meminta jaminan dari pemerintah Indonesia dalam bentuk Sovereign Guarantee dari pemerintah Indonesia,” ujar Arief.
Biasanya, menurut dia, Sovereign Guarantee itu dalam bentuk tanggungan pemerintah dalam hal pengoperasian Kereta Api Cepat. Itu dilakukan, jika pendapatannya tidak dapat memenuhi biaya operasionalnya nanti, serta biaya untuk perawatan infrastruktur Kereta Cepat jika pengoperasian masih terus merugi.
Jika ternyata pemerintah tidak bisa menanggung biaya operasionalnya, lanjut Arief, maka sudah dipastikan kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsosrsium proyek Kereta Cepat akan berkurang jumlahnya karena diambilalih oleh CRIG.
“Dan akhirnya, pengoperasian Kereta Cepat dan infrastruktur Kereta Cepat menjadi 100 persen dimiliki oleh CRIG,” ujar Arief.
Bagi CRIG, lanjut dia, walaupun proyek ini merugi, namun tidak membuat mereka dan perusahaannya merugi. Alasannya, karena dari awal dimulainya Ground Breaking saja Saham CRIG di Bursa Saham China sudah naik 3 persen. Dan biaya pembangunannya juga 3 kali lipat dari harga normal yaitu dari seharusnya 1,5 miliar dolar amerika untuk panjang lintasan 150 kilometer menjadi 5 miliar dolar amerika.
“Karena itu, proyek Kereta Api Cepat ini harus dibatalkan karena lebih merugikan Indonesia. Apalagi terkesan terburu-buru. Sepertinya, banyak oknum yang hanya ingin memburu uang cepat dalam bentuk rente pembangunan proyek tersebut,” pungkas Arief.
Apa respon Istana terkait kritikan pembangunan Kereta Cepat Jakarta –Bandung itu? Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo menyampaikan, Presiden Jokowi memastikan untuk meneruskan pembangunan proyek itu setelah Jokowi mendapat laporan dari para menterinya.
“Sikap awal pemerintah dalam hal ini presiden kan memang proyek kereta api cepat ini setelah dia mendapat laporan dari menteri masing-masing, lalu diputuskanlah untuk meneruskan proyek ini,” ujar Johan Budi di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking pembangunan kereta cepat tersebut. Groundbreaking dilakukan pada tanggal 21 Januari 2016 di Walini, Jawa Barat. “Di tengah-tengah keputusan itu dan kemudian beberapa hal kemudian jadi perhatian publik. Misalnya soal perizinan yang kemudian disampaikan Menteri LHK dan Menhub, itu bisa jalan dalam proses itu bisa jalan walaupun groundbreaking sudah,” kata dia.
Menurut Johan, presiden akan terus melakukan evaluasi terhadap pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Kemungkinan besar, kata Johan, dalam waktu dekat ini presiden akan menggelar rapat terbatas untuk membahas hal tersebut.
“Ini setelah groundbreaking ini kan ada hal yang menyangkut keputusan pelaksanaan proyek kereta, ada masukan-masukan, ini yang kita baca di publik ya, ada dari anggota DPR, ada dari kelompok masyarakat, tentu ini didengar oleh presiden,” ujar mantan Jubir KPK ini.(JR-1)