Sejumlah aktivis kepemudaan yang tergabung dan mengatasnamakan diri sebagai Laskar Pemuda Bukit Barisan Bersatu (LPB3) mengecam segala dugaan upaya mengalihkan opini dan juga proses pengalihan isu atas terbunuhnya Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang merupakan salah seorang ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Koordinator Laskar Pemuda Bukit Barisan Bersatu (LPBB3), Jhon Roy P Siregar menyampaikan, dengan mengikuti pemberitaan dan sejumlah langkah terkait rencana pengusutan tuntas peristiwa terbunuhnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, sudah memasuki pekan kedua, namun belum ada titik terang.
Malah, menurut Jhon Roy P Siregar, sejumlah upaya atau skenario untuk menyamarkan peristiwa biadab yang terjadi kepada salah seorang Alat Negara yakni Brigadir J itu hendak dimanipulasi dengan terjadinya pembentukan opini sesat oleh Polri dan sejumlah media massa, yang diduga sebagai kaki tangan kepentingan dari Irjen Pol Ferdy Sambo.
“Kami mengikuti pemberitaan terkait Brigadir J, dan menurut kami, proses pengusutannta hingga pekan kedua ini, malah kian menjadi sumir dan melenceng. Pembentukan-pembentukan skenario yang tidak sehat dan cenderung sesat dibiarkan, eh dan proses pengungkapan kebenaran sesungguhnya malah hendak dimanipulasi,” tutur Jhon Roy P Siregar, ketika berbincang dengan wartawan, Minggu (17/07/2022).
Menurut Siregar, sangat kasat mata dapat ditemui adanya upaya penyesatan opini terkait peristiwa dugaan pembantaian dan pembunuhan terencana yang dialami oleh Brigadir J.
Seperti, keterangan dan informasi yang sangat sumir dan tidak sesuai fakta yang disampaikan oleh pihak Polri kepada masyarakat.
Kemudian, adanya sejumlah kejanggalan serius dalam proses penyampaian informasi dari instansi kepolisian, selanjutnya ada yang mengaku-ngaku sebagai Kuasa Hukum dari Irjen Pol Ferdy Sambo yang mendatangi Dewan Pers, dan menggelar sejumlah pernyataan-pernyataan pers, untuk menghalang-halangi pengungkapan kebenaran sesuangguhnya atas kematian Brigadir J.
“Dan yang terakhir, adanya pelarangan peliputan terhadap wartawan di sekitar rumah dinas Kadiv Propam Ferdy Sambo. Itu semua menurut kami, adalah sebagai upaya memanipulasi motif dan peristiwa sebenarnya. Belum lagi, munculnya berita-berita yang sangat pro kepada Ferdy Sambo dan koleganya, itu menambah kesimpangsiuran, sehingga proses investigasi melenceng dan hendak ditutup-tutupi,” tutur Siregar.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta demisioner (Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta) demisioner ini melanjutkan, masyarakat atau publik Indonesia, belum pulih dari ketidakpercayaan atas sikap dan kinerja Polri selama ini.
Dengan adanya semacam dagelan atau dugaan skenario gelap dalam proses pengusutan kematian dan penembakam bertubi-tubi yang dialami Brigadir J, semakin mencoreng moreng dengan sangat buruknya wajah Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo itu.
“Jangan salah ya kawan-kawan, masysrakat kita sudah melek hukum, sudah cerdas, dan sudah tidak mungkin dimanipulasi dengan cerita-cerita rekaan versi Polisi atau media pendukung Polri saja. Kepercayaan masyarakat kepada Polri benar-benar drop dengan peristiwa ini,” ujar Siregar.
Oleh karena itu, dia berharap, Tim Investigasi yang sudah dibentuk untuk mengungkap dan mengusut tuntas peristiwa dugaan pembunuhan yang diduga diawali dengan dugaan pembantaian terhadap Brigadir J itu harus dilakukan secara sangat transparan, dan jangan ada skenario gelap.
“Karena itu, kami meminta Presiden Joko Widodo turun tangan untuk memimpin proses pengungkapan dan membongkar tuntas semua motif dan juga peristiwa dugaan pembantaian dan penembakan serta pembunuhan keji yang terjadi kepada Brigadir J tersebut. Sebab, jika hanya mengandalkan tim versi Polri, masyarakat pencari keadilan pasti tidak akan berterima sebab sudah diawali dengan kejanggalan-kejanggalan, dan masih terus dilakukan. Masyarakat tak percaya,” terangnya.
Lagi pula, lanjut Siregar, peristiwa ini bukan peristiwa biasa. Sebab, Brigadir J adalah anggota Polri yang ditugaskan sebagai pengawal atau ajudan di keluarga Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Sebagai Alat Negara, katanya, Brigadir J harus dilindungi dan dipulihkan nama baiknya.
“Meski pun sudah habis dan meninggal karena dugaan penganiayaan dan penembakan bertubi-tubi, Brigadir J itu adalah seorang Alat Negara. Dan Negara harus bertanggung jawab juga atas peristiwa ini,” tandas Siregar.
Diketahui,Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kini menjadi perbincangan karena kasus polisi tembak polisi di Jakarta.
Brigadir J dikabarkan diduga terlibat adu tembak dengan rekannya sesama Brimob, Bharada E di kediaman rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Akibatnya, Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat diduga tewas karena luka tembak dari Bharada E.
Sosok Brigadir J pun diungkap oleh pihak keluarga di Jambi.
Brigadir J adalah sosok yang melekat bagi keluarganya.
Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat lahir pada bulan November tahun 1994 dan dikenal sebagai sosok pria yang lembut.
Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat dibesarkan di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi.
Sejak dulu, mereka tinggal di rumah sederhana, rumah dinas Sekolah Dasar (SD) Negeri 074, Desa Suka Makmur, Unit 1, Sungai Bahar, Muaro Jambi.
Nofriansyah Yosua Hutabarat menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 74 Muaro Jambi, SMP Negeri 12 Muaro Jambi, dan SMA Negeri 4 Muaro Jambi.
Setelah lulus sekolah, ia langsung mengikuti tes polisi di SPN Polda Jambi tahun 2012, hingga menjadi anggota Brimob.
Tiga bulan tugas, ia diberangkatkan tugas ke Papua, saat itu, ayahnya, Samuel Hutabarat hanya membekali dirinya sebuah Alkitab.
Ayahnya, Samuel Hutabarat mengatakan, tidak ada perubahan dari Nofriansyah sebelum maupun sesudah menjadi anggota polisi.
“Kalau perubahan tidak ada ya, karena begitu lulus langsung jadi Polisi dia,” kata Samuel.
Karier Nofriansyah terus meloncat di Kepolisian. Pernah bertugas di Pamenang, Jambi selama 3 tahun.
Ia dipercaya sebagai Sniper di titik rawan saat hari besar keagamaan.
Kemudian, ia kembali dipercaya sebagai Provos di Mako Brimob Polda Jambi.
Selama 3 tahun jadi Provos, ia mengikuti seleksi di Mabes untuk menjadi ajudan.
Pada tahun 2019, ia bertugas di Mabes Polri sebagai ajudan Kadiv Propam.
Menurut Rohani Simanjuntak, yakni bibinya Nofriansyah, polisi yang berusia 27 tahun itu bekerja dengan baik sehingga dapat diberikan kepercayaan menjadi ajudan Kadiv Propam.
“Dilihat Nofriansyah bagus. Sehingga Pak Ferdy Sambo, Kadiv Propam, menarik Nofriansyah jadi ajudan,” tuturnya.
Nofriansyah adalah anak kedua dari sepasang ibu yang berprofesi sebagai guru dan ayah yang berprofesi sebagai petani.
Rohani melanjutkan, Yosua adalah sosok yang lembut di mata keluarga, dibandingkan 3 saudara kandungnya.
“Nofriansyah itu suka bercerita. Orangnya lembut. Di antara 4 bersaudara orang ini, Yosua yang paling lembut,” ujarnya.
Rohani pun mengatakan Nofriansyah mendapatkan perlakukan baik dari Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo serta istrinya.
Nofriansyah mendapatkan kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Polisi itu tidak pernah bercerita bahwa ada masalah dengan Kadiv Propam itu.
“Tidak pernah ceritakan masalah. Kalau ditanya, dia jawab ‘baik di sana mak. Tenang di sini’. Itu kata dia.
“Dia orangnya jujur, baik. Dia dekat dengan jendral itu. Ini baik keluarganya,” tuturnya(RED)