Tidak cukup hanya dengan menargetkan perolehan penerimaan sektor pajak yang tinggi, pemerintah yang telah menyetujui bahwa pada mahasiswa dan pelajar agar membayar pajak pun harus memahami hak dan kewajibannya.
Karena itu, pemerintah pun harus menjelaskan apa saja hak dan kewajiban dalam sektor perpajakan itu.
Direktur Akademi Perbankan Yayasan Universitas Kristen Indonesia (UKI) Lis Sintha mengatakan, warga kampus dan mahasiswa terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami apa saja program dari pemerintah dalam sektor perpajakan serta segala akses publik untuk perpajakan.
“Sebagai wajib pajak, tentu harus mengerti hak dan kewajibannya ngapain saja. Selain itu, juga menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk membuka dan menjelaskan kepada publik, termasuk kepada semua warga kampus tentang hak-hak, kewajiban dan program-program pemerintah itu,” ujar Lis Sintha dalam Seminar Ilmiah ‘Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Memanfaatkan Penggunaan E-Filling, E-SPT Dan E-Billing’ yang diselenggarakan oleh Akademi Perbankan Dan Fakultas Ekonomi Prodi Perpajakan Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Ruang Seminar Universitas Kristen Indonesia (UKI) Lantai 3, Kampus UKI Cawang, Jakarta Timur, kemarin (Kamis, 14/04/2016).
Apalagi, lanjut Lis, mahasiswa dan pelajar pun kini di sasar oleh pemerintah sebagai wajib pajak, maka tidak bisa tidak, harus terbuka dan transparan kepada publik. “Jangan hanya mengejar target pemenuhan pencapaian pendapatan dari sektor pajak saja,” ujarnya.
Kepala kantor Pelayanan Pajak Tanjung Priok Drs Sahat Dame Situmorang yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan itu menyampaikan, Wajib Pajak dapat lebih mudah mengikuti proses dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
Pajak, lanjut dia, merupakan hak untuk mencari dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya. Dan sebagai kewajiban masyarakat untuk menyerahkan sebagian pendapatannya kepada negara, kata Sahat, adalah upaya membantu negara dalam meningkatkan kesejahteraan umum.
Dipaparkan Sahat, Direktorat Jenderal Pajak saat ini telah menyediakan aplikasi e-Filling, e-SPT,dan e-Billing yang memudahkan masyarakat dalam memenuhi Hak dan Kewajiban dalam Wajib Pajak.
“Aplikasi tersebut telah dibuat melalui aplikasi e-SPT untuk disampaikan secara online tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Ini juga salah satu cara penyampaian SPT dengan cara mudah menggunakan elektronik yang dapat dilakukan melalui website Direktorat Jenderal Pajak,” papar Sahat.
Dengan aplikasi yang diciptakan Direktorat Jendrar Perpajakan itu, lanjut dia, e-Filing merupakan salah satu cara penyampaian SPT secara elektronik yang dapat dilakukan melalui website Direktorat Jenderal di (www.pajak.go.id) atau website Penyalur SPT Elektronik.
Fasilitas yang disediakan oleh Dirktorat Jendreral Pajak Online yang dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) berupa Loader e-SPT. Aplikasi ini merupakan aplikasi e-SPT pajak penghasilan Orang Pribadi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak. Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan formulir 1770 dan 1770S untuk pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak yang dimulai Tahun 2015. e-SPT Tahunan PPh 1770 dan 1770S telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-19/PJ/2014.
“e-Billing merupakan sistem pembayaran elektronik atau billing system berbasis MPN-G2 yang memfasilitasi Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih akurat,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan kode billing yang akan digunakan untuk membayar atau menyetor pajak. Pertama, dengan mendaftar sendiri melalui aplikasi e-billing Direktorat Jenderal Pajak. Kedua, dengan mendatangi teller Bank atau Kantor Pos Persepsi. Ketiga, dengan diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
“Namun, cara-cara tersebut memiliki peraturan yang berbeda-beda. Pada cara yang pertama lebih fleksibel dimana cara tersebut memungkinkan kita untuk menyetor kapan saja dan dimana saja,” ujarnya.
Cara kedua, dijelaskan Sahat, mempunyai perbedaan dengan cara sebelumnya. Cara ini, diatur dengan masa berlaku. Hal itu dilakukan dan hanya boleh dipergunakan dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) jam saja.
“Jika jangka waktunya sudah habis, maka kode billing tidak dapat digunakan lagi atau hangus dan harus meminta kode billing yang baru,” ujarnya.
Sedangkan cara ketiga, yakni yang diterbitkan kode billing secara jabatan, merupakan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan yang menyebabkan pajak terutang yang kurang bayar.(Tornando)
1 Comment
Akademi Perbankan YUKI
Koreksi tulisan diatas bahwa Direktur Akademi Perbankan tidak mengatakan :
1. ……pemerintah yang telah menyetujui bahwa pada mahasiswa dan pelajar agar membayar pajak…..dst
2. Apalagi, lanjut Lis, mahasiswa dan pelajar pun kini di sasar oleh pemerintah sebagai wajib pajak…. dst
Tetapi mengatakan :
Mahasiswa (tidak termasuk Pelajar) adalah Calon Wajib Pajak (apabila sudah selesai studi dan bekerja), harus sudah mulai memahami hak-hak, kewajiban wajib sejak sejak dini dan memahami program-program pemerintah dalam target pencapaian pendapatan dari sektor pajak,”