Saat ini Indonesia masih menghadapi beban ganda (double burden) permasalahan gizi. Yaitu gizi kurang yang berkaitan dengan masalah stunting. Dan, gizi berlebih yang sering dikaitkan dengan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019, terjadi peningkatan prevalensi PTM seperti kanker, stroke, penyakit ginjal, diabetes mellitus, dan hipertensi, yang salah satunya diakibatkan karena konsumsi pangan yang tidak memperhatikan keamanan, mutu, gizi, serta kecukupannya.
Badan POM mengajak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memahami dan mendukung pola konsumsi sehat. Antara lain melalui regulasi tentang pelabelan gizi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito menjelaskan, pelabelan gizi pangan olahan merupakan salah satu strategi pencegahan PTM. Sekaligus pencegahan risiko gizi kurang.
Dengan pelabelan gizi dan informasi nilai gizi yang tercantum dalam label gizi, masyarakat di-edukasi memilih makanan yang mendukung pola konsumsi sehat, sesuai dengan kebutuhan gizinya.
“Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan informasi kandungan gizi dari pangan olahan sebagai salah satu sumber gizi yang dikonsumsi sehari-hari,” jelas Penny K Lukito, pada acara Sosialisasi Pelabelan Gizi Pangan Olahan, di Jakarta, Selasa (03/09/2019).
Berdasarkan survei tahun 2016 dan 2017, terkait pembacaan label pangan olahan yang dilakukan Badan POM, menunjukkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk membaca label masih rendah.
World Health Organization (WHO) Global Strategy on Diet, Physical Activity, and Health menyatakan, pemerintah berkewajiban menjamin konsumen mendapatkan informasi yang benar pada label.
Sejalan dengan hal tersebut, Badan POM selain memiliki tugas dan fungsi menyiapkan regulasi tentang label pangan olahan, termasuk label gizi, juga melakukan pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).
Dia menegaskan, Badan POM telah merevisi regulasi tentang Informasi Nilai Gizi. Termasuk bentuk penyampaian Informasi Nilai Gizi yang mudah dipahami oleh konsumen.
“Sosialisasi pembacaan label gizi yang dilaksanakan Badan POM hari ini sangat penting. Karena selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, juga untuk memberikan pemahaman mendalam terkait penerapan regulasi pelabelan gizi,” lanjutnya.
Setelah melakukan survei penentuan desain atau bentuk label gizi yang paling sesuai dan paling mudah dipahami oleh masyarakat, akhirnya diperoleh desain monokrom informasi nilai gizi dan logo Pilihan Lebih Sehat.
Yang dicantumkan pada bagian utama label dengan penjelasan, desain monokrom pada dasarnya sama dengan informasi nilai gizi yang ada di belakang label.
Namun desain ini hanya sebagai highlight dari beberapa zat gizi yang terkait dengan PTM seperti energi, lemak, lemak jenuh, gula, dan garam.
Produk yang mencantumkan logo “Pilihan Lebih Sehat” berarti telah memenuhi kriteria untuk menjadi pilihan produk yang lebih sehat berdasarkan kandungan gula, garam, atau lemaknya.
Untuk tahap awal baru diberlakukan untuk produk minuman siap konsumsi dan mie atau pasta instan.
“Meskipun demikian masyarakat harus memahami bahwa pilihan lebih sehat ini dibandingkan dengan produk sejenis dan dikonsumsi dalam jumlah yang wajar,” tuturnya.
Penyederhanaan desain label gizi ini, lanjutnya, diharapkan mampu membuat masyarakat lebih tertarik dan mudah memahami pembacaan label gizi pada produk.
“Serta menjadikan label gizi ini sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih produk pangan sesuai dengan kebutuhan gizinya,” ujar Penny.(JR)