Aparat Salah Tangkap, ABK Filipina Tak Kunjung Dilepaskan, Hati-Hati Hubungan Indonesia Dengan Filipina Bisa Memburuk!

Aparat Salah Tangkap, ABK Filipina Tak Kunjung Dilepaskan, Hati-Hati Hubungan Indonesia Dengan Filipina Bisa Memburuk!

- in HUKUM
552
0
Aparat Salah Tangkap, ABK Filipina Tak Kunjung Dilepaskan, Hati-Hati Hubungan Indonesia Dengan Filipina Bisa Memburuk!

Kinerja aparatur pemerintah Indonesia yang menjaga dan mengamankan wilayah laut sering dinilai tidak profesional. Selain sering melakukan salah tangkap terhadap Anak Buah Kapal (ABK), perintah untuk membebaskan nelayan yang salah tangkap pun dipermain-mainkan.

Dua orang warga negara Filipina yang merupakan nahkhoda kapal yang melintas di perairan Indonesia dengan tidak melakukan pelanggaran, malah ditangkap dan ditahan tanpa alasan yang jelas. Selanjutnya, kedua warga negara Filipina itu dipaksakan diproses dengan hukum yang tak ada kepastian hukumnya.

Kuasa Hukum Kedua Warga Negara Filipina itu, Jeverson Petonengan menyampaikan, dua orang kliennya itu diperlakukan dengan cara-cara melanggar hukum oleh oknum aparatur yang menangkap mereka di perairan Indonesia saat melintas dengan kapal yang dibawanya.

Kedua Warga Negara Filipina itu adalah Danilo C Medino yang merupakan Nahkoda Kapal F/B Trinity s-850 190 GT dan Rene M Perez yang merupakan Nahkoda Kapal F/B Lb Ebs-04, 18,72 GT ditangkap dan ditahan sejak 08 November 2015, dan hingga kini tidak dilepaskan.

“Itu salah tangkap. Dan sudah ada perintah dari Kejaksaan serta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) agar segera melepaskan kedua orang klien kami itu, tetapi pihak Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna di Sulawesi Utara tempat klien kami ditahan, tidak kunjung melepaskan mereka,” tutur Jeverson Petonengan kepada redaksi, Rabu (08/02/2017).

Jeverson memastikan, sesuai hasil pemeriksaan dan penyidikan dan fakta-fakta yang juga diakui oleh pihak pemerintah Indonesia, kedua orang warga negara Filipina itu adalah korban salah tangkap oleh pasukan TNI Angkatan Laut Indonesia.

Jeverson menjelaskan, pada 6 November 2015, Kapal F/B Trinity s-850 190 GT yang dinahkodai Danilo C Medino dan Kapal F/B Lb Ebs-04, 18,72 GT yang dinahkodai Rene M Perez berlayar dari Kota General Santos, Filipina, menuju wilayah penangkapan ikan internasional yakni High Seas Pocket 1 (HSP1). Kapal-kapal itu, lanjut Jeverson, memiliki surat-surat dan dokumen lengkap.

Dalam perjalanan menuju ke HSP1, lanjut dia, saat melakukan lintas damai, kedua kapal itu ditangkap oleh Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia (KRI HIU) pada tanggal 08 November 2015 di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Kapal F/B Trinity s-850 190 GT yang dinahkodai Danilo C Medino dan Kapal F/B Lb Ebs-04, 18,72 GT yang dinahkodai Rene M Perez diminta berhenti dan ditangkap pada posisi koordinat 6003’51.12 N 127006’55.44 E pada pukul 06.00 Wita.

Selanjutnya, diterangkan Jeverson, Danilo C Medino dan kapalnya diarahkan ke Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud. Mereka tiba di Melonguane pada tanggal 9 November 2015 pada pukul 10.00 Wita. Kemudian, diarahkan lagi ke Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan bergerak pada pukul 13.00 Wita dan akhirnya tiba di Pelabuhan Tahuna tanggal 10 November 2015 pada pukul 06.00 Wita untuk diserahkan ke Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna.

“Keterangan ini sinkron dengan jawaban pihak Angkatan Laut Republik Indonesia dalam proses praperadilan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tahuna,” beber Jeverson.

Perlu diungkapkan, lanjut Jeverson, pada saat kapal diminta berhenti oleh Anggota TNI Angkatan Laut Indonesia, kapal yang dibawa oleh Danilo C Medino dan Rene M Perez dalam keadaan kosong.

“Tidak ada ikan, dan tidak membawa alat penangkap ikan, karena kedua kapal tersebut adalah Kapal Penampung dan Kapal Lampu. Selain itu, bukti Vessel Monitoring System (VMS) membuktikan bahwa haluan kapal secara konsisten berada dalam jalur ke luar dari perairan Indonesia,” ungkap dia.

Lebih lanjut, Jeverson Petonengan bersama rekannya lawyer Michael R Jacobus yang ditunjuk sebagai Kuasa Hukum berdasarkan kekuatan surat kuasa khusus tertanggal 16 November 2015 itu, menjelaskan saat berada di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) kedua kliennya itu memiliki kebebasan berlayar sepanjang tidak melakukan aktivitas atau kejahatan.

Oleh karena itu, menurut Jeverson, penangkapan terhadap dua warga negara Filipina itu sangat tidak berdasar, dan bertentangan dengan Undang Undang Nomor tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

“Kapal kosong, tidak bawa apa-apa, tidak juga membawa alat-alat tangkap, kok ditangkap. Ini tidak profesional dan menyalahi hukum,” ujar Jeverson.

Kemudian, Jeverson Petonengan bersama rekannya lawyer Michael R Jacobus juga sudah mendatangi dan menemui Kepala Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna (Lanal) serta menyerahkan data Vessel Monitoring System (VMS) kapal F/B Trinity S-850 109 GT kepada Komandan Lanal.

“Sekaligus menginformasikan tentang keabsahan kapal tersebut kepada pihak Lanal sebagai bahan kajian untuk mendalami posisi kasus,” ujar Jeverson.

Namun, lanjut dia, kedua kliennya yang warga negara Filipina itu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Tahuna tanggal 04 Desember 2015 sampai denganTanggal 25 Desember 2015. Dan memang sempat dikeluarkan dari tahanan oleh petugas.

“Meskipun dikeluarkan dari Lapas Tahuna akan tetapi tetap ditahan bersama para ABK (Anak Buah Kapal) lainnya di Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna sampai saat ini,” ujar Jeverson.

Pada tanggal 28 Januari 2016, Jeverson mendapat pemberitahuan dari pihak penyidik mengenai hasil penyidikan perkara yakni bahwa perkara akan di SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) lantaran tidak terbukti melakukan pelanggaran.

“Saat itu kami sebagai kuasa hukum diminta untuk mempersiapkan diri melanjutkan pelayaran klien, tetapi kemudian mendapat konfirmasi kembali bahwa perkara akan digelar kembali di Satuan Tugas Pemberantasan Ilegal Fishing (SATGAS). Ini ada apa? Aneh betul?” ungkap Jeverson.

Meski begitu, gelar perkara tetap diikuti. Dan, setelah 5 bulan menggelar perkara, dihasilkan keputusan bersama antara Satgas anti Ilegal fishing, penyidik dan Kejaksaan Negeri Tahuna pada tanggal 06 Juni 2016 yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti untuk melanjutkan perkara ke tingkat penuntutan dan perkara segera dihentikan berhubung penanganan perkara telah memakan waktu yang lama.

“Hasil gelar perkara tersebut telah dikirim via email sejak bulan Juli 2016, sesuai kesepakatan hasil gelar perkara, setelah hasil gelar dikirim via email, penyidik diharapkan segera melepaskan kapal dan para pemohon,” ujarnya.

Jeverson juga mengingatkan, bahwa Satgas juga kembali melayangkan surat tertulis mengenai hasil gelar perkara tersebut pada bulan Januari 2017, karena penyidik belum melaksanakan hasil gelar perkara dengan dalih meminta keputusan gelar perkara tersebut belum dikirim secara tertulis.

Setelah menerima surat dari Satgas, lanjut Jeverson, penyidik telah menjanjikan untuk melepaskan kliennya pada minggu ke 3 Januari.

“Akan tetapi proses pelepasan kapal berjalan sangat lambat dengan alasan yang kurang jelas padahal saat awal Januari salah satu klien kami, Danilo C Medino mengalami kedukaan, karena ayahnya meninggal dunia dan dia sangat memohon agar bisa dipulangkan. Sangat disayangkan klien kami tidak bisa menghadiri pemakaman ayahnya hanya karena proses pelepasan kapal yang lambat tersebut,” ujar Jeverson.

Diterangkan Jeverson, sesuai hasil koordinasi kuasa hukum dengan pihak Kejaksaan Tahuna, pihak kejaksaan Tahuna sendiri telah selesai menangani perkara tersebut. “Bahkan telah didesak oleh Kejaksaan Agung untuk berkoordinasi dengan penyidik dalam rangka mempercepat proses pelepasan,” katanya.

Jeverson pun mengaku, kliennya sangat berharap proses pelepasan kapal segera dipercepat berhubung mereka sudah terlalu lama ditahan. “Entah kenapa tidak kunjung dilepaskan, padahal hasil gelar perkara telah menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang cukup sehingga dengan demikian penyidik telah melakukan penahanan selama satu tahun 3 bulan. Dari 9 orang yang ditahan, 5 orang sudah dipulangkan dan tersisa 4 orang. Bukankah mereka juga punya keluarga, istri dan anak-anak yang membutuhkan kehadiran mereka. Proses penahanan ini sangat bertentangan dengan asas kepastian hukum dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia,” ujar Jeverson.

Jeverson mengingatkan, dengan ketidakprofesionalan petugas dan aparat Indonesia seperti ini, dia berharap para pimpinan institusi hukum dan pemerintah Indonesia segera menyelesaikan dengan melepaskan warga negara Filipina yang tidak bersalah itu.

“Sebab, proses pelepasan yang sangat lambat ini juga akan berdampak buruk terhadap nama baik Indonesia dimata dunia, mengingat hubungan Indonesia dan Filipina akhir-akhir ini sangat baik,” ujarnya.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset