Akibat Perusahaan Perusak Terus Beroperasi, Danau Toba Jadi Sarang Lintah, Masyarakat Pun Kembali Menggugat

Akibat Perusahaan Perusak Terus Beroperasi, Danau Toba Jadi Sarang Lintah, Masyarakat Pun Kembali Menggugat

- in DAERAH, HUKUM, NASIONAL
442
0
Akibat Perusahaan Perusak Terus Beroperasi, Danau Toba Jadi Sarang Lintah, Masyarakat Pun Kembali Menggugat!

Masyarakat kian geram dengan kehadiran sejumlah perusahaan perusak lingkungan di Kawasan Danau Toba (KDT). Selain tidak kunjung hengkang dari kawasan itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga masih bebas beroperasi karena diduga dibekingi oleh pejabat negara.

 

Selain pencemaran yang sudah kian parah, air Danau Toba kini sudah bejibun dihuni oleh lintah dan kutu berbahaya.

 

Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Maruap Siahaan menyampaikan, tindakan pembiaran terhadap pencemaran yang masih saja dilakukan sejumlah perusahaan pencemar dan perusak Kawasan Danau Toba sudah tidak bisa ditolerir.

 

Karena itu, dengan melakukan langkah hukum, masyarakat dan YPDT kembali mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan-perusahaan perusak itu.

 

Selasa, 21 Februari 2017, Yayasan Pencinta Danau Toba yang diwakili Ketua Umumnya Maruap Siahaan, dan didampingi  Ketua Tim Litigasi YPDT Robert Paruhum Siahaan, dan FX Denny S. Aliandu, kembali mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PT Aquafarm Nusantara (Tergugat I), PT Suri Tani Pemuka (Tergugat II), Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Tergugat III), Bupati Kabupaten Simalungun (Tergugat IV), Bupati Kabupaten Samosir (Tergugat V), dan Bupati Kabupaten Toba Samosir (Tergugat VI) di Kepaniteraan Muda Perdata Pengadilan Negeri Balige, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).

 

“Kita menggugat untuk menuntut pemulihan lingkungan hidup recovery mengenai adanya pencemaran air lingkungan hidup pada Kawasan Danau Toba,” tutur Maruap Siahaan, dalam keterangan pernys, Selasa (21/02/2017).

 

Dia menjelaskan, gugatan ini sudah teregistrasi dengan Nomor Perkara 7/Pdt.G/2017/PN.Blg, dan dijadwalkan akan bersidang dalam satu bulan kedepan.

 

Maruap Siahaan mengatakan, gugatan YPDT ini sementara masih berfokus pada pencemaran lingkungan hidup oleh karena adanya kegiatan usaha budidaya ikan air tawar melalui Keramba Jaring Apung di Danau Toba.

 

Sementara itu, Ketua Tim Litigasi YPDT Robert Paruhum Siahaan menyampaikan, gugatan ini ajukan untuk menuntut para perusahan perusak dan pencemar lingkungan agar segera memulihkan Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba.

 

“Gugatan yang diajukan ini untuk kepetingan sebesar-besarnya demi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Batak dan masyarakat sekitar Danau Toba,” ujar Robert Paruhum.

 

Dia menjelaskan, Danau Toba adalah danau vulkanik nomor satu di dunia dan danau terbesar di Asia Tenggara. “Tentunya kita harus bangga dengan adanya Danau Toba ini. Kami tidak mencari keuntungan apapun atas adanya gugatan ini, karena kami bertujuan untuk memulihkan Danau Toba kembali pada hakekatnya Tao Toba Nauli, Aek Natio, Mual Hangoluan (Danau Toba yang indah, air jernih, air kehidupan-Red),” ujarnya.

 

Pengajuan Gugatan YPDT melalui Tim Litigasinya pun disambut sukacita oleh banyak masyarakat yang resah dengan adanya pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di Danau Toba. Menurut Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Jhohannes Marbun, hal itu terbukti dari banyak masyarakat yang hadir dan turut mengantar gugatan ini di Pengadilan Negeri Balige, Kabupaten Toba Samosir.

 

Bahkan secara spontan, masyarakat juga melakukan kampanye penolakan terhadap perusahaan-perusahaan perusak Kawasan Danau Toba, serta memberiikan sanksi hukum yang berat.

 

“Masyarakat membawa banyak atribut sebagai bentuk protes kepada para pencemar Danau Toba dan juga menuntut untuk menghentikan kegiatan usaha Keramba Jaring Apung,” ujar Jhohannes.

 

Terkait gugatan-gugatan yang dilakukan,  Jhohannes Marbun menginformasikan, pada Senin 20 Februari 2017 pukul 10.00 WIB sampai selesai, dengan bertempat di PTUN Medan, Jalan Bunga Raya Nomor 18, Kelurahan Asam Kumbang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, telah dilangsungkan Sidang Perdana Gugatan TUN terhadap Keramba Jaring Apung (KJA) Perusahaan yang beroperasi di Perairan Danau Toba.

 

Persidangan itu dilakukan secara tertutup dengan agenda sidang Pemeriksaan Pendahuluan atau dissmisal proccess  Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara terhadap Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Simalungun untuk membatalkan Izin Usaha Perikanan (KTUN / Objek Sengketa) yang diterbitkan kepada PT Suri Tani Pemuka sebagai perusahaan Keramba Jaring Apung (KJA) yang beroperasi di perairan Danau Toba.

 

Sidang yang dilakukan secara tertutup ini merupakan kelanjutan dari sidang sebelumnya yang telah dilakukan pada Senin (06/02/2017) lalu untuk melengkapi berkas yang harus disiapkan baik oleh pihak, Penggugat dalam hal ini Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) maupun Tergugat, Kepala Badan Perijinan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) Kabupaten Simalungun.

 

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Irhanto, SH ini dihadiri oleh Kuasa Hukum Penggugat Robert Paruhum Siahaan, SH (selaku ketua Tim Litigasi YPDT) dan FX. Denny S. Aliandu, SH (anggota Tim Litigasi YPDT) maupun Kuasa Hukum Tergugat, Ricardo Sinaga, SH.

 

  1. Denny S. Aliandu SH yang dihubungi usai persidangan menjelaskan bahwa persidangan berjalan lancar. “Gugatan dan Surat Kuasa YPDT diterima dan telah memenuhi syarat formil, sehingga layak untuk dilanjutkan pemeriksaan materi pada agenda persidangan berikutnya. Disamping itu, Tergugat masih perlu untuk melengkapi formil Surat Kuasa seperti belum ada Kop Surat Instansi bersangkutan dan belum lengkap tanda tangan dari penerima kuasa, serta Tergugat juga belum menyerahkan objek sengketa,” ungkap Denny Aliandu, anggota Tim Litigasi YPDT.

 

Hakim beranggapan bahwa kasus ini tidak terlalu sulit dan apabila diperlukan maka akan melakukan pemeriksaan setempat di wilayah usaha KJA dari PT Suri Tani Pemuka. Untuk itu, Tergugat diminta melengkapi dan memperbaiki Surat Kuasa, lalu menyerahkan KTUN-nya pada sidang depan.

 

Persidangan selanjutnya adalah sidang terbuka yang akan dilakukan pada Senin (27/02/2017) dengan agenda pembacaan gugatan dan penyerahan Jawaban dari Tergugat sekaligus kelengkapan Surat Kuasa yang mendapat koreksi, serta Majelis Hakim beranggapan perlu dan akan memanggil PT Suri Tani Pemuka untuk hadir dalam sidang tersebut sebagai pihak dalam perkara ini.

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Hidayati, mengakui bahwa munculnya hewan jenis lintah dan kutu di perairan Danau Toba kini sudah sangat santer diberitakan belakangan ini. Hidayati mengatakan, pihaknya sudah menemukan lintah di perairan Danau Toba sejak 2012 lalu, tepatnya di kawasan Ajibata. Menurut Hidayati, kondisi itu membuktikan kondisi air yang sudah tercemar.

 

“Karena lintah itu merupakan jenis hewan yang bisa hidup di tempat tercemar, jadi memang kondisi Danau Toba itu sudah tercemar,” kata Hidayati di Medan, Senin (20/2/2017).

 

Menurut Hidayati, mirisnya kondisi lingkungan di sekitarDanau Toba saat ini bukan semata tanggung jawab instansi yang dipimpinnya. Semua pihak, termasuk masyarakat, harus bersinergi dan berkomitmen membenahi kondisi lingkungan di kawasan yang digadang bakal menjadi Monaco of Asia tersebut.

 

Menurut Hidayati, pencemaran di perairan Danau Toba terjadi di sejumlah titik tertentu dengan kondisi oksigen terlarut yang sangat minim. Sumber utama pencemaran adalah limbah yang berasal dari pakan ikan dan industri lainnya di sekitar danau. Namun, limbah domestik dari masyarakat juga memiliki andil.

 

Kondisi saat ini, katanya, juga menyebabkan kualitas air di sejumlah titik sudah menurun sehingga tak layak dikonsumsi dan untuk kebutuhan sehari-hari lainnya.

 

Hidayati mengatakan, terdapat berbagai program yang bakal dijalankan dalam waktu dekat. Program-program itu merupakan rencana aksi yang sudah disepakati dalam rangka pengembangan sektor pariwisata di Danau Toba.

 

Katanya, pemerintah pusat melalui Kementerian PU akan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah di sana. Semua limbah akan disaring hingga memenuhi indikator baku mutu sebelum disalurkan ke Danau Toba.

 

Selanjutnya juga akan ditetapkan daya tampung produksi ikan, yang untuk sementara ini ditetapkan sebanyak 50 ribu ton per tahun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui surat nomor S.555/MENLHK/PPKL/PKL.2/12/2016 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung (DDDT).

 

Menurut Hidayati, daya tampung tersebut perlu ditetapkan demi menekan dampak limbah pakan ikan terhadap perairan danau. Upaya ini, kata Hidayati, juga harus didukung dengan penataan Keramba Jaring Apung (KJA) yang baik. Selain itu, Hidayati mengungkapkan perlunya proses pemurnian air untuk membenahi kualitas di perairan danau tersebut.

 

Staf Ahli Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Bidang Hukum Lingkungan, M Ramdan Andri Wibisana, mengatakan, pembuangan limbah perusahaan ke Danau Toba dapat dipastikan melanggar peraturan lingkungan hidup. Hal ini, kata Ramdan bila terbukti akan melanggar standar kualitas baku mutu air limbah.

 

“Pemerintah, dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) harus melihat baku mutu air yang telah dicemari limbah perusahaan yang membuangnya. Lihat dulu baku mutu limbahnya, apakah yang membuang limbah itu baku mutunya sudah dilakukan uji lab dan melampaui standar apa gak? Itu ada peraturannya,” katanya.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

IPW: Jangan Bertindak Biadab Kepada Rakyat, Hentikan Kekerasan Terhadap Warga di Pulau Rempang dan Pulau Galang

Indonesia Police Watch (IPW) menyerukan kepada Pemerintah, khususnya