Pemerintah diminta segera melakukan sensus nasional nelayan Indonesia, untuk mengetahui komposisi riil nelayan serta berbagai persoalan yang dihadapi.
Dengan adanya data yang valid melalui sensus nasional nelayan, maka program serta sasaran yang dilakukan pemerintah bisa diukur dengan obyektif dan tepat.
Ketua Nelayan Projo Siswaryudi Heru mengatakan, selama ini data mengenai keberadaan dan jumlah nelayan Indonesia tidak ada yang bisa dijadikan sebagai acuan utama.
Sehingga, sangat rawan mengklaim sesuatu program maupun pekerjaan dilakukan secara tepat sasaran, dikarenakan simpang siurnya data nelayan Indonesia.
“Perlu dilakukan segera sensus nelayan Indonesia. Nah, sensus ini yang tidak pernah diwujudkan. Selama ini, data di BPS dengan data di Kementerian Kelautan dan Perikanan misalnya, dan juga data lembaga-lembaga dalam negeri maupun lembaga luar negeri, tidak ada saling sinkron. Kalau bisa kita katakan tidak valid. Itu baru mengenai jumlah nelayan loh. Datanya tidak ada yang valid,” tutur Siswaryudi Heru, di Jakarta, Kamis (08/02/2018).
Menurut Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan Pengurus Pusat Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) ini, akan sangat sulit mengukur ketepatan sasaran program yang dilakukan, apabila tidak ada data valid mengenai nelayan.
“Yang ada hampir semua pihak meng-klaim sudah melakukan dan bahkan tidak melakukan program. Tidak ada ukuran yang jelas,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Siswaryudi, dalam beberapa program terdahulu, seperti program pembagian konverter gas kapal misalnya, sulit menentukan siapa saja nelayan yang berhak diprioritaskan dan di mana saja lokasinya.
“Karena itu, menurut kami, sensus Nelayan Indonesia itu-lah yang pertama-tama harus segera dilakukan. Sebab, segala turunan program dan persoalan nelayan pun akan bisa dilakukan dari hasil sensus itu. Kalau tidak dilakukan, ya begitu-begitu saja,” tutur Siswaryudi.
Lebih lanjut, menurut pria yang juga Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ini, dengan melakukan sensus nelayan Indonesia secara nasional, pemerintah bisa mengetahui berbagai persoalan riil nelayan Indonesia, sekaligus bisa mencarikan solusi atas persoalan itu.
“Sesungguhnya, harus dimulai terlebih dahulu dari adanya upaya sensus nelayan Indonesia secara nasional. Nelayan dan pemerintah kita sama-sama butuh sensus itu. Dari pelaksanaan sensus nasional nelayan itulah nantinya akan ketahuan secara riil apa saja persoalan dan pemetaan sekaligus solusi yang akan dilakukan,” tutur Siswaryudi Heru.
Meski ada sejumlah organisasi nelayan, menurut Siswaryudi, tidak menunjukkan bahwa pendataan dan berbagai persoalan ril nelayan itu sama persoalannya. Misalnya, lanjut dia, nelayan Indonesia di Pantai Timur Sumatera tentu memiliki persoalan yang lebih spesifik dengan persoalan nelayan di wilayah Jawa, demikian pula dengan nelayan di wilayah Indonesia Timur.
Selain itu, dengan Sensus Nelayan Indonesia secara nasional, akan terpetakan dengan jelas apa saja kebutuhan dan kondisi nelayan. Seperti, informasi yang menyebut bahwa kini kian banyak nelayan Indonesia yang meninggalkan pekerjaannya sebagai nelayan dikarenakan sudah tidak memberikan jaminan hidup sehari-hari, perlu juga menjadi perhatian pemerintah secara serius. Banyaknya nelayan yang menganggur dan malah beralih profesi menjadi buruh atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, adalah indikasi nyata bahwa persoalan nelayan kian menggunung.
“Tetapi itu semua tidak bisa kita selesaikan hanya dengan berlandaskan asumsi-asumsi semata. Jika hanya asumsi-asumsi saja yang dikedepankan, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Karena itulah sensus nelayan secara nasional sangat perlu dan itu pasti bisa dilakukan oleh pemerintah. Kelompok-kelompok nelayan pasti siap membantu dan mendukung sensus itu,” tuturnya.
Nah, secara garis besar, lanjut Siswaryudi, seperti yang dilakukan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dalam sejumlah pertemuan dengan nelayannya, sangat terasa permintaan nelayan yang butuh bantuan permodalan.
Jika dirinci, lanjut dia, beberapa kebutuhan mendesak yang terangkum adalah kebutuhan listrik gratis bagi nelayan Indonesia sangat mendesak. “Listrik itu akan dipergunakan buat cold storage,” ujar Siswaryudi.
Untuk membantu permodalan awal, lanjut dia, sebuah unit perbankan yang konsisten membantu nelayan berupa Bank Nelayan sangat dibutuhkan. Bank Nelayan ini, menurut Siswaryudi, akan menjadi bank yang menjadi pusat dari hampir semua aktivitas nelayan, mulai dari bantuan permodalan, menyimpan hasil tangkapan atau menabung dan berbagai kebutuhan lainnya.
“Bank Nelayan buat menyediakan modal kerja melaut dengan syarat mudah dan bunga murah. Itu sangat penting,” ujarnya.
Peran pemerintah untuk mengontrol atau mengendalikan mutu dan harga ikan, lanjut Siswaryudi, sangat penting. Hal itu langsung berpengaruh bagi pendapatan dan kehidupan ekonomi nelayan Indonesia. “Terutama dalam hal stabilisasi mutu dan harga ikan,” ucapnya.
Sedangkan program asuransi nelayan dengan premi yang murah, yang kini sedang mulai dijalankan oleh pemerintah, perlu dipikirkan bagaimana agar nelayan sanggup membayar perminya.
Tidak bisa dipungkiri, lanjut dia, nelayan pasti tidak bisa lepas dari kehidupan laut. Sebab mata pencaharian dan kehidupan sehari-harinya adalah melaut dan menangkap ikan.
Untuk kebutuhan melaut, kata Siswaryudi, nelayan kini sangat kesulitan mengeluarkan cost membeli bahan bakar.
“Saya kira, program nelayan melaut dari memakai solar ke gas itu harus terus dikembangkan. Supaya biaya operasinal menjadi rendah sehingga keuntungan Nelayan meningkat. Pemakaian gas oleh nelayan juga menurunkan kadar pencemaran udara,” pungkas Siswaryudi Heru.(JR)