Ada Maling Proyek-Proyek Kepolisian, Kapolri Harus Segera Menangkap Komplotan Cukong Hitam Dengan Jaringan Mafia Proyek di Korps Bhayangkara

Ada Maling Proyek-Proyek Kepolisian, Kapolri Harus Segera Menangkap Komplotan Cukong Hitam Dengan Jaringan Mafia Proyek di Korps Bhayangkara

- in DAERAH, HUKUM, NASIONAL, POLITIK
715
0
Ada Maling Proyek-Proyek Kepolisian, Kapolri Harus Segera Menangkap Komplotan Cukong Hitam Dengan Jaringan Mafia Proyek di Korps Bhayangkara.

Seorang warga bernama Bambang Djaya mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian segera menangkap cukong licik bernama Zakaria Tasman alias ZAK berserta komplotannya. ZAK dikenal sebagai pria licik yang sering melakukan praktik penggelapan proyek di institusi Kepolisian.

Yang terbaru adalah penggelapan proyek Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) di Singaraja, Bali. Proyek ini digelapkan ZAK bersama komplotannya di PT Joglo Multi Ayu (PT JMA) milik Dewi Marintan, beserta sejumlah konsultan palsu yang berkolaborasi dengan sejumlah oknum polisi di tubuh  Korps Bhayangkara itu.

ZAK itu adalah cukong yang licik. Dia berkolaborasi bersama komplotannya, dan juga sejumlah oknum polisi di dalam. Cukong ini jahat dan harus segera ditangkap. Pak Kapolri Jenderal Tito Karnavian tolong tangkap cukong ini,” tutur Bambang Djaya, di Jakarta, Sabtu (09/03/2019).

Dia menerangkan, sudah setahun lebih dirinya melaporkan adanya dugaan praktir kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta permainan pelelangan gelap dalam proyek-proyek di institusi Polri yaitu, proyek Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) di Singaraja, Bali. Proyek itu dilakukan pada 2017. Nilai kontrak sebesar Rp 14. 958. 737. 000,-.

Dalam permainan di proyek ini, dibeberkan Bambang Djaya, sangat telanjang terjadinya dugaan KKN antara petinggi Polisi di Polda Bali dengankontraktor hitam bernama Zakaria Tasman alias ZAK, yang mempergunakan perusahaan sulap-sulap bernama PT Joglo Multi Ayu (PT JMA), milik Dewi Marintan.

Proyek yang kedua, lanjut dia, yang juga sudah dilaporkan Bambang adalah Proyek Pembangunan Mako Polres Anambas di Polda Kepulauan Riau (Polda Kepri). Proyek ini dikerjakan hamper bersamaan waktunya dengan proyek Pembangunan Gedung Utama SPN Polda Bali di Singaraja, Bali itu. Dilakukan tahun 2017. Nilai proyek pembangunan Mako Polres Pulau Anambas ini sebesar Rp 6. 995. 200. 000,-.

“Pelakunya tetap sama, yaitu ZAK dengan menggunakan PT Joglo Multi Ayu, dan berkolaborasi dengan sejumlah petinggi Polisi di Polda Kepri dan berhubungan dengan petinggi di Mabes Polri. Masih bebas berkeliaran. Kapan mereka semua ini ditangkapi dan diproses hokum pidana yang tegas,” tutur Bambang.

Warga yang berdomisili di Jalan Durian Dalam I, Nomor 19, Jagakarsa, Jakarta Selatan itu menuturkan, proses pembangunan kedua proyek itu sarat dengan permainan. Sejak semula, kata dia, suadah ada permainan dengan cara proyek itu diperjualbelikan, namun pemenangnya diatur secara terselubung.

“Anehnya, setelah  saya laporkan, ke Paminal Mabes Polri dan Dittipikor Mabes Polri serta ke Dirkrimum Polda Bali, sampai saat ini pelaku tidak ada yang ditangkap,” tutur Bambang Djaya.

Dia mengungkapkan, semua pelaku beserta cukong-cukongnya, termasuk Pemilik Perusahaan, para konsultan bodong, konsultan perencanaan dan konsultan pengawas memalsukan dokumen.

“Padahal sudah terbukti dan pengakuan semuanya pada waktu dilidik di Paminal Mabes Polri.Herannya, sebanyak 6 anggota Polda Bali dan 1 PNS Polda Bali sudah terbukti, dan berkasnya sudah dikirim ke Itwasum Mabes Polri, hanya disidangkan kode etik,” beber Bambang.

Parahnya lagi, lanjut dia, terdapat dokumen-dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang asli, dengan tanda tangan stempel basah, beredar untuk diperjualbelikan. Semuanya, untuk Polda Bali, ada 6 pengajuan proyek pembangunan.

“Bayangkan, berapa besar anggaran Institusi Mabes Polri setiap tahunnya untuk itu? Berarti, apabila seluruh proyek diperjualbelikan, berapa kerugian Negara?” ujarnya.

Bambang Djaya menerangkan, pada waktu penyidikan yang dilakukan oleh Paminal Mabes Polri di Polda Bali maupun di Sekolah Polisi Negara (SPN) Singaraja, sudah ada pengakuan atas permainan LPSE itu.

“Sudah ada pengakuan bahwa pelelangan LPSE itu yang diatur, sehingga sesuai rencana, yaitu tetap ke Penawar Tunggal,” ujarnya.

Dan ternyata, lanjutnya, dalam penawaran yang ditayangkan di LPSE tersebut ada kekurangan data-data dan juga pemalsuan data.

“Penawaran tersebut seharusnya dibatalkan, tetapi atas kepiawaian ZAK, dia melakukan negosiasi terhadap Panitia Lelang, Pejabat Pembuat Komitmen dan juga konsultan. Negosiasi itu adalah bagi-bagi duit, maka penawaran tersebut tetap diloloskan, dengan mengirim kembali kekurangan data-data, kemudian meng-upload ulang LPSE untuk disempurnakan datanya, termasuk data palsu diganti yang asli,” tuturnya.

Dengan begitu, lanjut Bambang, persyaratan awal yang ditayangkan LPSE diatur kembali. Seharusnya, kata dia, penyidik Krimum Polda Bali, saat itu Kompol Eko, dalam pengembangan barang-barang bukti yang sudah ada dari hasil penyidikan Paminal Mabes Polri, maupun data-data yang diberikan dari pihak pelapor, dapat ditindaklanjuti lebih cepat, dengan segera menyeret dan menangkap pihak-pihak yang terlibat, serta cukong-cukong banditnya seperti ZAK dan Yongky bersama Pemilik PT Joglo Mitra Ayu, para konsultan perencana dan konsultan pengawas dan juga Sukirno yang berperan sebagai pemalsu daya.

“Sukirno mengaku memalsukan data itu di Jalan Pramuka, Jakarta Timur,” tutur Bambang.

Anehnya, dalam pemantauan Bambang Djaya, para penyidik sepertinya kebingungan dan tidak tahu apa yang terjadi. Penyidik juga seperti tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan dengan adanya kerugian Negara dalam pengadaan itu.

“Walau sudah jelas ada maling-maling dalam institusinya, tetapi didiamkan saja tuh. Malah pemeriksaan dilakukan hanya seputar pasal 378 dan 372. Berputar-putar di situ aja. Sibuk hanya minta bukti kekurangan atas kerugian, sementara unsur pidananya yang lain dibenamkan,” ungkapnya.

Dengan pola pemeriksaan seperti itu, menurut dia, sangat terlihat kesan yang mengindikasikan ada upaya melindungi institusi yang bobrok yang terjadi selama ini. Bukan hanya itu, menurut dia, ada upaya negosiasi persoalan dan kasus ini, sehingga ditutup.

“Sekarang, saya mau tanya, bagaimana dengan seluruh proyek yang ada di institusi ini dengan anggaran ratusan miliar bahkan hingga triliun rupiah itu? Itu setiap tahun loh,” ujarnya.

Memang, lanjutnya, institusi penegak hokum sudah mandul di republik ini. Soalnya, selain melaporkan ke internal, Bambang juga sudah melaporkan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bahkan ke lembaga masyarakat Indonesia Corruption Wacth (ICW).

“Enggak ada yang bergerak tuh. Kepada siapa lagi yang bisa mengawasi institusi ini? Semua sudah saya laporkan. Apakah ke rumput yang bergoyang? Wallahualam,” ujar Bambang.

Seharusnya, kata dia, para pelaku yang terlibat, dikenakan sanksi tegas. Seperti kepada pemilik perusahaan yang bermain, kepada penyelengara maupun konsultannya dan rekan-rekan yang terlibat, yang kena black list. “Ini yang masih kita harapkan,” ujarnya.

Bambang mempertanyakan kinerja Kepolisian yang tidak sigap dan tidak serius melakukanpengusutan dan penindakan tegas terhadap anak buahnya berserta komplotan yang ada.

“Mengapa ini tidak bisa dibongkar di Kepolisian? Inikah yang dinamakan jeruk makan jeruk? Semua perkara yang menyangkut Kepolisian ditutupi, seakan Polri masih menjadi institusi yang terbersih,” ujarnya.

Dia menuturkan, dari atensi Itwasum dan Kapolri yang ditembuskan ke Kabareskrim Mabes Polri, sepertinya terindikasi, tidak akan ditindaklanjuti, alias mampet.

Bambang menduga, laporannya akan diselewengkan di internal Polri, menjadi laporan-laporan yang menyimpang dari kejadian yang sebenarnya.

“Bayangkan, apabila para penyidik kongkalikong dengan para pelaku, sehingga mendadak kebingungan dan tidak tahu lagi bagaimana proses dan kasusnya,” ujarnya.

Bambang pun bertanya-tanya dan tidak menyangka, bahwa selama ini praktik buruk mengurusi laporan warga pun begitu rumit dan dibuat rumit di Kepolisian.

Bambang mengaku sedih, apalagi proyek yang dibangun di Polda Bali itu adalah Sekolah Polisi Negara (SPN) yang seharusnya mendidik anak-anak bangsa untuk berintegritas, terdidik menjadi aparatur hokum yang bersih, namun malah dijadikan ajang bancakan oleh sejumlah pihak.

“Gedung itu seharusnya menjadi tempat pendidikan untuk mendidik anggota-anggota penegak hokum yang bersih, nyatanya justru cacat dengan adanya korupsi, yang mengakibatkan adanya kerugian Negara hingga miliaran rupiah,” bebernya.

Bambang meminta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera membongkar dan menindaktegas aparaturnya yang busuk dan mengembalikan kerugian Negara dari proyek-proyek itu.

Kabid Propam Polda Bali Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap mengakui, pihaknya menerima adanya pengaduan dan laporan terhadap anggota Polri yang bermasalah dalam permainan proyek di Polda Bali.

Dijelaskan Kombes Radjo, para terduga melakukan pelanggaran itu adalah 6 orang anggota Polri. Mereka adalah Kabagrenprograr Biro Rena Polda Bali AKBP I Ketut Wartana beserta 5 orang anggota lainnya yakni, Koorgadik SPN Singaraja AKBP I Nyoman Suwija, Kasubbagminsis Korsis SPN Singaraja Kompol I Ketut Gede Wijana, Kasubbag BBMP Bag Bekum Biro Sarpras Polda Bali Kompol I Gusti Agung Purnama Wirahadi, PS Paur Subbagdalgar Bagren Polres Badung Bripka I Ketut Eva Juniaris dan  Banun Renprograr Biro Rena Polda Baloi Bripka Ida Bagus Nyoman Ghana Wisudawan.

Radjo Alriadi Harahap menyampaikan, para anggota Polda Bali yang dilaporkan itu terbukti melakukan pelanggaran. “Enam anggota Polda Bali yang dilaporkan itu, dalam pemeriksaan KKKEP, ditemukan bukti bahwa para terduga pelanggar dalam menjalankan tugas selaku anggota ULP dalam rangka pembangunan gedung SPN Singaraja Polda Bali, cukup bukti telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa tidak menjalankan tugas secara professional, proporsional dan prosedural ,” tuturnya.

Pelanggaran itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat 1 huruf c Peraturan kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Sementara, Wadir Tindak Pidana Korupsi Kasubdit III, Kombes Pol Cahyono Wibowo menjelaskan, Proyek Pembangunan Mako Polres Anambas Polda Kepri masih dalam proses penyelidikan. Demikian pula dengan yang terjadi dalam dugaan tindak pidana korupsi permainan pelelangan proyek Pembangunan SPN Singaraja Polda Bali.

“Masih dalam tahap telaah oleh penyidik. Masih ada beberapa kekurangan dokumen,” ujar Kombes Pol Cahyono Wibowo.(JR)

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset