Betapa bobroknya perilaku oknum Polisi dan oknum Jaksa di Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Selain dituduh melakukan penadahan atas barang yang tidak diketahuinya, seorang Ibu bernama Mewa Riska Boru Manullang dipaksa masuk ke dalam sel tahanan Polsek Minas pada malam hari, bersama 4 orang anak-anaknya yang masih kecil. Tanpa Surat Perintah Penangkapan dan tanpa diketahui apa sebab musabab sebenarnya penangkapan dan penahanan itu.
Selain itu, dalam proses pemeriksaan atas tuduhan menjadi penadah terhadap jual beli sebanyak 16 Kilogram kabel tembaga yang dialamatkan kepada Mewa Riska Boru Manullang, oknum aparat Kepolisian dan oknum Jaksa berupaya melakukan pemerasan, dengan mencoba meminta uang demi meloloskan tuduhan hukuman lebih ringan bagi Ibu beranak empat itu.
Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi Tri Anugrah Sitorus mengungkapkan, kasus-kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oknum-oknum aparat, seperti oknum kepolisian dan oknum jaksa, kerap terjadi di daerah-daerah.
Modusnya, dengan cara menawarkan sejumlah keringanan hukuman kepada pihak yang dituduh, seperti yang dialami Mewa Riska Boru Manullang di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
“Dari advokasi yang kami lakukan, selain adanya dugaan kriminalisasi, juga terjadi dugaan pemerasan, berupa permintaan sejumlah uang, yang dilakukan oknum polisi dan oknum jaksa di Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, kepada Ibu Mewa Riska Boru Manullang dan suaminya Safri Sibagariang,” ungkap Oktaviandi Tri Anugrah Sitorus, di Jakarta, Minggu (26/07/2020).

Awalnya, lanjut Oktaviandi, Safri Sibagariang yang sudah 5 tahun lebih membuka usaha jual beli barang bekas di Minas, dan mengelola usaha itu bersama isterinya Mewa Riska Boru Manullang, didatangi oleh dua orang yang tidak dikenal.
Pada tanggal 18 Oktober 2019 lalu, sekitar jam 10 siang, dua orang pria dengan mengendarai sepeda motor mendatangi tempat usaha mereka di Jalan Arengka 2, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.
Ternyata, kedua orang yang tidak dikenalnya itu hendak menjual tembaga gosong. Kedua penjual itu menanyakan harga tembaga per kilogramnya.
Saat itu, Safri Sibagariang sedang mengopi di warung di seberang tempat usahanya. Di gudang tempat usaha, hanya ada pekerja. Sedangkan isterinya, Mewa Riska Boru Manullang, sedang mengurus anak-anak mereka yang masih kecil-kecil, di bagian belakang rumah.
Pekerjanya menjawab dua orang tak dikenal itu, bahwa harga tembaga sekarang Rp 62 ribu per kilogram.
Setelah bernegosiasi harga dan sepakat, tembaga tersebut ditimbang oleh pekerjanya Safri di tempat usahanya itu. Berat tembaga yang dibeli itu 16 Kilogram.
Lalu, untuk pembayaran, pekerja melapor ke isterinya Safri Sibagariang, yakni Mewar Riska Boru Manullang yang sedang beraktivitas di dalam rumah. Kemudian, membayarkan tembaga itu.
Satu jam berselang, yakni sekitar pukul 11 siang itu juga, 4 orang pria yang mengaku anggota Polisi dari Polsek Minas juga tiba di tempat usahanya Safri.
Anggota Polisi bertanya tentang orang yang baru saja menjual tembaga di tempat Safri. “Adakah orang yang menjual tembaga ke sini? Tanya mereka. Belum sempat dijawab. Polisi itu langsung melihat goni yang berisikan tembaga sebesar 16 kilogram itu. Karena memang barang itu, terletak di tempat yang terang, bukan di tempat tersembunyi.
Selanjutnya, Polisi itu bertanya lagi, Siapa yang jual ini? Mewa Riska Boru Manullang menjawab, “Tidak kenal,”. “Tahu ini barang siapa?” lanjut Polisi. Mewa Riska Boru Manullang menjawab apa adanya. “Saya tidak tahu barang itu barang siapa. Karena usaha saya membeli barang rongsokan, maka saya beli tembaga tersebut. Dan tembaga tersebut sudah dibakar. Dan sudah tidak bisa dipakai lagi. Makanya saya beli,” terangnya.

Kemudian, Polisi memperlihatkan foto orang di henpon milik polisi. Dan bertanya, apakah mengenal orang yang ada di dalam foto tersebut.
Seorang pekerja yang menimbang tembaga tadi menjawab, orang yang ada di foto tersebut adalah orang yang menjual tembaga tadi. “Ini orang yang menjual tembaga tadi,” jawab pekerja.
Setelah mendengar jawaban itu, Polisi pekerja dan pihak Safri Sibagariang mencari penjual tembaga tersebut.
Polisi meminta, agar bersama-sama mencari dua orang penjual tembaga yang sudah melarikan diri itu.
Dalam pencarian, mereka berhasil menemukan seorang penjualnya. Sedangkan satu orang lagi berhasil lolos.
Hari itu juga, pekerjanya Safri juga di bawa ke Kantor Polsek Minas, untuk dimintai keterangan terkait jual beli tembaga itu.
Keesokan harinya, Mewariskan Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang juga dimintai keterangan oleh anggota Polsek Minas, sebagai saksi.
Persoalan itu kemudian lanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Siak. Salah seorang pelaku penjualan tembaga itu, yakni Albert alias Robert pun telah diputus bersalah sebagai penadah. Dengan hukuman 1 Tahun penjara.
Anehnya, setelah 6 bulan berlalu, pada tanggal 03 Juni 2020, Polisi datang mengantar Surat Panggilan ke Safri Sibagariang untuk segera menghadap Polsek Minas. Anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu datang pada pagi hari, dan memberitahukan bahwa pada tanggal 04 Juni 2020 akan dimintai keterangan sebagai Saksi. Surat yang diserahkan Polisi itu tertanggal 02 Juni 2020.
Mewa Riska Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang kebetulan sedang berada di rumah. Sedangkan Safri sendiri sedang pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaan.
Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, suaminya Safri Sibagariang sedang ke luar kota dan akan kembali pada keesokan harinya.
Oleh karena itu, Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, dirinya juga tidak bisa hadir ke kantor Polsek Minas pada 04 Juni 2020. Karena dia hanya sendirian di rumah mengurus 4 orang anaknya. Sedang suaminya, Safri Sibagariang masih di luar kota.
Keanehan semakin menjadi-jadi dilakukan oleh Polisi. Sebab, pada malam harinya, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu kembali datang ke rumah Safri Sibagariang. Sekitar pukul 19.00 WIB. Tanpa membawa apa-apa. Tidak ada Surat Perintah menjemput, dan tidak ada Surat Perintah Penangkapan.
Malam hari tanggal 03 Juni 2020 itu, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu membujuk Mewa Riska Boru Manullang agar bersedia dibawa ke Kantor Polsek Minas. Dan menjanjikan proses pemeriksaan hanya akan berlangsung sebentar, dan Mewa Riska Boru Manullang akan kembali diantar pulang ke rumahnya pukul 22.00 WIB.
Namun, Mewa Riska Boru Manullang menolak secara halus. Sebab suaminya tidak di rumah, dan anak-anaknya tidak ada yang menjagai.
Mewa Riska Boru Manullang meminta agar dirinya diperkenankan datang ke Kantor Polsek Minas pada keesokan harinya saja. Setelah hari terang, dan setelah suaminya pulang.
Akan tetapi, permintaan Mewa Riska Boru Manullang itu ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu. Malam itu juga Mewa Riska Boru Manullang dipaksa dan diangkut, bersama 4 orang anaknya ke Kantor Polsek Minas.
Safri Sibagariang yang menghubungi rumah, terpaksa terburu-buru pulang. Setibanya di rumah, Safri menemukan rumahnya berantakan. Pintu rumah tidak dikunci. Lampu rumah dan gudang juga padam. Tak ada orang di rumah.
Dengan mengendarai mobil pick up, Safri Sibagariang langsung menuju Kantor Polsek Minas. Untuk mencari tahu keberadaan isteri dan anak-anaknya. Jarak dari rumah Safri Sibagariang dengan Polsek sekitar 60 Kilometer.
Setibanya di kantor Polsek Minas, Safri Sibagariang menemukan isteri dan anak-anaknya dimasukkan ke sebuah ruangan kosong gelap, tanpa alas dan tanpa lampu. Anak-anaknya tampak menangis dan ketakutan.
Sementara, anggota Penyidik Polsek Minas menyodorkan sebuah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan penetapan Mewa Riska Boru Manullang sebagai tersangka atas dugaan penadahan tembaga curian dari PT Chevron.
“Pemeriksaan itu tidak pernah dilakukan kepada Isteri saya. Sebab, isteri saya mengatakan dirinya tidak diperiksa oleh penyidik di Polsek Minas. Itu adalah Surat sewaktu isteri saja diperiksa sebagai saksi beberapa bulan lalu,” ungkap Safri Sibagariang ketika dikonfirmasi, Minggu (26/07/2020).
Safri Sibagariang mengungkapkan, Surat Penangkapan, dan sekaligus Surat Penahanan oleh Polisi itu diberikan kepada dirinya setelah Safri tiba di Kantor Polsek Minas. Dan, setelah isterinya, Mewa Riska Boru Manullang dipaksa untuk menandatangani. Hari itu juga, Isterinya Mewa Riska Boru Manullang langsung dibawa Polisi lagi ke kantor Polres Siak. Untuk menjalani penahanan.
Safri Sibagariang berupaya memohon agar anak-anak dan isterinya dilepas saja. Sebab, tidak benar apa yang dituduhkan Polisi kepada isterinya. Jika pun harus ada penahanan, Safri Sibagariang meminta kepada Polisi agar dirinya saja yang ditahan, asalkan anak-anak dan isterinya dilepas dan dipulangkan ke rumah mereka.
Namun permintaan itu juga ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi. Bahkan, anggota polisi membentak Safri Sibagariang dengan menuduhnya hendak menghalang-halangi proses penyidikan.
Melihat semua peristiwa itu, Safri Sibagariang memberanikan diri menghubungi Kapolsek Minas, Kompol Birma Naipospos. Untuk meminta tolong agar anak-anak dan isterinya dilepas.

Kapolsek Minas, Kompol Birman Naipospos mengarahkan Safri Sibagariang menemui Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, menyampaikan, tidak mungkin dilepas. Namun bisa dibantu agar diperringan hukumannya nanti.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, Safri Sibagariang juga mendapat ‘petunjuk’ bahwa untuk mengurangi hukuman isterinya Mewa Riska Boru Sibagariang, Safri Sibagariang perlu mempersiapkan uang Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Sebab tuduhan kepada Mewa Riska Boru Manullang diprediksi akan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara nantinya.
“Saya katakan, saya hanya punya uang Rp 10 juta. Itu pun harus meminjam kiri kanan. Dan saya pun disuruh memenuhi Rp 10 juta. Saya ke ATM dan mengambil uang. Ketika saya hendak menyerahkan ke Pak Dafris, Pak Dafris mengatakan kebanyakan. Nanti Pak Kapolsek Minas bisa marah kalau diterimanya Rp 10 juta. Akhirnya, dibagi dua saja. Saya akhirnya menyerahkan Rp 5 juta. Dan kemudian, saya diminta menemui Jaksa juga,” ungkap Safri Sibagariang.
Safri melanjutkan, dengan dikawal anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul, dirinya menemui Jaksa bernama Wira di ruangan Jaksa Wira.
“Saya bersama dua anggota Polsek Minas yaitu Budi dan Johan bertemu langsung di ruangan Jaksa Wira,” ujarnya.
Kepada Safri Sibagariang, Jaksa Wira memberikan semacam contoh penanganan kasus sejenis. “Jaksa Wira mengatakan kepada saya, ada kasus yang mirip dengan yang dialami Isteriku yang ditangani Jaksa. Dan karena berat, dan sudah keluar SPDP-nya, maka untuk mengurangi hukuman menjadi di bawah 1 tahun, disediakan uang Rp 50 juta,” beber Safri.
Mendengar penjelasan itu, Safri Sibagariang meradang. Dan meminta agar tidak sebanyak itu uang yang harus disediakannya hanya untuk melepas isterinya yang dikriminalisasi itu.
Percakapan masih berlanjut dengan Jaksa Wira, Safri diminta menyediakan uang Rp 30 juta saja, agar hukuman yang akan dijatuhkan kepada isterinya, Mewa Riska Boru Manullang diringankan, menjadi di bawah 1 tahun penjara.
“Saya tidak punya uang sebanyak itu. Lagi pula saya dan isteri saya tidak tahu menahu apa urusan kabel yang dijual ke kami dengan isteriku harus dipaksa menjadi penadah? Saya bilang, saya pikir-pikir saja dulu soal uang Rp 30 juta itu,” tutur Safri.
Selepas dari pertemuan itu, atas saran dari saudaranya, Safri Sibagariang meminta dibantu oleh pengacara. Dan mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Siak, atas status isterinya Mewa Riska Boru Manullang yang dijadikan tersangka atas dugaan penadah.
“Keputusan Praperadilan itu, nanti pada hari Senin tanggal 27 Juli 2020 di Pengadilan,” ujar Safri.
Safri mengungkapkan, pada kasus persidangan terdakwa pelaku penjual tembaga bernama Albert alias Robert waktu itu, isterinya Mewa Riska Boru Manullang adalah sebagai saksi. Namun pada waktu itu, Jaksa juga meminta uang agar tidak merepoti proses persidangan.
“Saya berikan Rp 1 juta waktu itu ke Jaksa. Ya udahlah, daripada dipersulit dan makin aneh-aneh, saya kasih Rp 1 juta ke Jaksa,” ungkapnya.
Keanehan lain, lanjutnya, setelah Mewa Riska Boru Manullang menjalani penahanan selama 20 hari, polisi menelepon dirinya, untuk bertemu sebentar dan menandatangani bukti pengiriman surat.
“Ya karena cepat dan terkesan buru-buru, kami jumpa di jalan, saya disuruh menandatangani bukti penerimaan surat,” ujarnya.
Setelah tiba di rumah, Safri Sibagariang dan anak-anaknya membuka surat itu dan membacanya bersama-sama.
“Ternyata, itu Surat Perpanjangan Penahanan Isteri saya. Saya baca surat tersebut. Di Surat itu ada tandatangan isteri saya,” ujarnya.
Keesokan harinya, Safri berupaya menghubungi isterinya lewat penjaga tahanan. Safri mengisi paket pulsa Si Penjaga agar bisa video call, dan memperlihatkan Surat Perpanjangan Penahanan yang diterimanya.
“Besoknya, saya langsung berupaya menghubungi isteri saya ke dalam sel tahanan untuk menanyakan apakah benar isteri saya menandatangani Surat Perpanjangan Penahanan? Aku terkejut, sebab menurut isteriku, dia tidak pernah diminta untuk menandatangani surat. Dan tidak pernah diberikan surat apapun. Sejak isteriku ditahan di Polres Siak, sampai sekarang, istriku tidak pernah ditanya Polisi tentang apa masalahnya sehingga dia ditahan. Isteriku sudah 43 hari di dalam sel tahanan Polisi,” ungkapnya.
Safri Sibagariang mengatakan, dirinya juga sudah mengupayakan langkah hukum dengan mengajukan Praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polisi kepada isterinya.
Permohonan Praperadilan itu sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Siak. Waktu dan tanggal Sidang Praperadilan pun sudah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Siak.
“Namun, pihak Polsek Minas tidak menghadiri Sidang Praperadilan tersebut. Sidang pun ditunda. Itulah masalah yang ku hadapi sekarang,” tandas Safri Sibagariang.
Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi Tri Anugrah Sitorus menambahkan, oknum polisi dan oknum jaksa yang diduga melakukan kriminalisasi dan dugaan pemerasan itu harus ditindaktegas.
“Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Sanitiar Burhanuddin harus menindaktegas para oknum anak buahnya yang melakukan kriminalisasi dan pemerasan,” tutur Oktaviandi.
Menurut dia, fungsi kontrol di internal Kepolisian dan Kejaksaan selama ini tidak berjalan dalam menindak anak buahnya yang melakukan penyelewengan dan pelanggaran hukum itu sendiri.
“Sebetulnya, sudah sangat banyak anggota masyarakat yang kian muak dengan ulah oknum polisi dan oknum jaksa yang malah menyelewengkan hukum, melakukan kriminalisasi, melakukan pemerasan dan pelanggaran lainnya. Kapan ditindaktegas? Jangan rakyat terus yang diinjak-injak dan dijadikan korban kerakusan para oknum aparat penegak hukum,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya akan melaporkan para oknum polisi dan oknum jaksa itu ke lembaga-lembaga berwenang, untuk segera ditindaklanjuti dan diproses tegas. “Kami segera akan melaporkan dan meminta mereka ditindaktegas,” tandas Oktaviandi.

Penata Urusan Sub Bagian Hubungan Masyarakat Kepolisian Resort Siak (Paur Subbag Humas Polres Siak) Bripka Dede Prayoga mengakui adanya pengajuan Praperadilan terhadap kasus yang menimpa Mewa Riska Boru Manullang.
“Permohonan Praperadilan itu diajukan pihak tersangka pada tanggal 21 Juli 2020. Nanti pada Senin 27 Juli 2020, katanya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Siak,” tutur Bripka Dede Prayoga, ketika dikonfirmasi wartawan.
Sedangkan mengenai penangkapan dan dugaan kriminalisasi yang dilakukan oknum Polsek Minas terhadap Mewa Riska Boru Manullang dibantahnya.
Menurut Bripka Dede Prayoga, Mewa Riska Boru Manullang tetap dikenakan Pasal 480 KUHP yakni penadahan.
“Saat pencuri tembaga yang pertama tertangkap, Si Ibu (Mewa Riska Boru Manullang) masih sebagai saksi. Di kemudian hari, si pencuri kedua penjual tembaga Chevron kepada si Ibu (Mewa Riska Manullang) sudah tertangkap. Sehingga Si Ibu menjadi tersangka. Karena sudah dimintai keterangan dan lengkap sudah dikenakan pasal 480 yakni penadahan,” tutur Bripka Dede Prayoga.
Sedangkan ketika Mewa Riska Boru Manullang dan 4 orang anaknya dibawa ke Kantor Polisi, mereka ditempatkan di ruang kosong gelap, bukan karena kemauan penyidik.
“Itu pilihan Si Ibu (Mewa Riska Manullang) untuk tidur di ruang gelap bersama anak-anaknya,” tandas Bripka Dede Prayoga.(JR/Jeremy Tarsan Morris)