Kejaksaan Agung terus memburu aset para tersangka dalam dugaan skandal korupsi yang terjadi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero).
Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung mengungkapkan, telah kembali menyita sejumlah aset miliki tersangka skandal korupsi Asabri, Benny Tjokrosaputro alias Bentjok dan kawan-kawannya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah mengungkapkan, pihaknya terus melakukan pengejaran terhadap aset-aset milik para tersangka.
Dalam pekan ini saja, menurut Febrie, Kejaksaan Agung sudah menyita lagi sejumlah aset dari tersangka Bentjok dan Heru Hidayat bersama kawan-kawannya. Aset yang disita itu antara lain, tambang, pabrik, kendaraan, lahan dan apartemen.
“Sudah kami sita, ya. Tambang nikel punya Heru Hidayat. Tiga tambang Heru, satu tambang Bentjok (Benny Tjokrosaputro),” ujar Febrie Adriansyah kepada wartawan di Kompleks Kejaksaan Agung, akhir pekan ini.
Penyitaan di sejumlah lokasi tambang milik tersangka Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro itu diduga berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi dan keuangan PT Asabri (Persero).
Febrie menegaskan, saat ini penyidik tengah berkonsentrasi melacak aset-aset milik tersangka yang memiliki nilai besar. Salah satu contohnya perusahaan tambang tersebut.
Menurut Febrie, penyidik juga tengah menyisir lokasi tambang lain yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi ini untuk segera disita.
“Mudah-mudahan dengan perusahaan tambang-tambang ini nanti ada appraisal nilai yang mudah-mudahan uang Asabri bisa dihitung pengembaliannya cukup besar. Sampai sekarang kan masih diupayakan,” imbuhnya.
Meski demikian, Febrie belum dapat mengungkap secara rinci mengenai nama perusahaan tambang yang disita oleh penyidik itu. Pasalnya, kata dia, keperluan tim di lapangan masih harus dirahasiakan untuk mengembangkan penyitaan.
Penyitaan juga dilakukan terhadap sejumlah apartemen mewah. Febrie mengungkapkan, Penyidik Kejaksaan Agung menyita 18 unit kamar di apartemen mewah South Hills.
Apartemen itu merupakan milik tersangka Benny Tjokrosaputro yang memiliki hubungan kerja sama dengan Ketua KSO Duta Regency Karunia Metropolitan Properti, Tan Kian.
“Itu yang South Hill tambahan ada kita geledah lagi, kita sita 18 lagi, 18 unit tambahannya,” tutur Febrie Adriansyah.
Febrie kemudian mengatakan, pihaknya sedang mendalami hubungan dan keterlibatan pengusaha Tan Kian di kasus Asabri. Terutama dalam kerja sama dengan tersangka Benny Tjokro dalam memuluskan upaya dugaan pencucian uang.
Namun hingga saat ini, belum ada upaya hukum yang dilakukan Kejagung terhadap Tan Kian. Pasalnya, belum terdapat cukup bukti untuk memastikan keterlibatannya dengan Bentjok merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak.
“Kita perdalam kerja samanya. Itu kan tanah Bentjok, yang bangun Tan Kian. Ya makanya sekarang kita perdalam. Apakah kerja sama itu murni bisnis, ya, atau dalam rangka cuci uang Benny Tjokro,” kata Febrie.
Guna menemukan alat bukti keterlibatan Tan Kian, lanjut Febrie, Penyidik Kejaksaan Agung masih terus melakukan pendalaman.
“Kami tidak bisa menentukan orang tanpa alat bukti. Kasihan juga tanpa alat bukti dia kerja sama benar, tiba-tiba kita tetapkan tersangka,” ujarnya.
Kejagung sendiri sudah memeriksa Tan Kian sebanyak dua kali, yakni pada 10 Februari dan 23 Februari lalu.
Nama Tan Kian juga terseret dalam pusaran kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) lantaran berkaitan dengan Benny Tjokro. Dia pernah membuat kesepakatan dengan Benny Tjokro pada 2015 untuk pembangunan apartemen dengan nama South Hill.
Pada saat proses pembangunan tersebut, dilakukan penjualan secara pre-sale. Benny telah menerima pembayaran sebesar Rp400 miliar dan Tan Kian menerima Rp1 triliun.
Terdapat pembagian hasil penjualan apartemen yang belum terjual, di mana terdakwa Benny mendapat bagian 70 persen dan Tan Kian memperoleh 30 persen.
Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Agung juga menyatakan telah menyita sebanyak 131 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik tersangka korupsi Asabri, Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi di PT Asabri ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak menuturkan, sertifikat itu merupakan bagian dari tanah seluas 183 hektare yang terletak di Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
“Dilakukan penyitaan ini adalah lahan atau pekarangan atas nama tersangka BTS, yaitu 131 atas nama PT HT,” ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Leonard menerangkan, aset-aset itu disita penyidik lantaran berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada tubuh perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
“Barang bukti yang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri,” tuturnya.
Dia mengatakan, penyidik masih mendalami sejumlah aset-aset lain yang diduga digunakan para tersangka korupsi Asabri untuk disamarkan dari hasil kejahatan yang dilakukan. Hanya saja, kata dia, sejauh ini belum dapat dirincikan aset-aset yang tengah dibidik itu.
Nantinya, lanjut Leonard, pihaknya bakal melakukan pemblokiran terhadap aset-aset itu.
Dalam menangani kasus ini, Leonard menerangkan penyidik telah memeriksa setidaknya 35 orang saksi dan menetapkan sembilan tersangka. Barang bukti yang disita pun telah mendapat izin dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
“Penyitaan barang bukti berupa alat bukti surat atau dokumen dan telah mendapat penetapan penyitaan,” ujarnya.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono mengatakan, hingga saat ini tim penyidik telah disebar ke beberapa wilayah untuk melakukan pengecekan terhadap aset-aset yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi itu.
Salah satunya, penyidik tengah mendalami aset milik tersangka Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja yang juga merupakan mantan Direktur Utama PT Asabri (Persero) di wilayah Boyolali dan Solo. Keberadaan aset ini pun sempat diendus oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
“Baru diteliti, sebelum dilaporkan MAKI sudah kami kirim ke lokasi-lokasi itu. Misalnya itu (aset) atas nama orang lain, benar gak itu dari siapa,” ujar Ali Mukartono.
Kemudian, kata dia, tim juga tengah diterjunkan untuk menelusuri aset tersangka yang berada di wilayah Sulawesi hingga Kalimantan.
Hanya saja, Ali masih belum dapat menuturkan lebih lanjut mengenai lokasi pasti ataupun pemilik aset yang tengah dibidik oleh Kejaksaan tersebut.
“Yang di Sulawesi sudah, yang di Kalimantan belum tahu. Baru lihat-lihat lokasi,” tandas Ali.
Untuk membongkar skandal korupsi di PT Asabri ini, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Jimmy Sutopo alias JS sebagai tersangka. Jimmy Sutopo ditetapkan menjadi tersangka yang ke-9 dalam kasus ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, para tersangka itu dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Leonard mengatakan, Jimmy Sutopo bekerja sama dengan pengusaha Benny Tjokrosaputro alias Bentjok alias BTS, dalam mengatur jual beli atau transaksi saham dengan PT ASABRI (Persero), yang menyebabkan perusahaan pelat merah itu merugi.
Leo meneruskan, Jimmy Sutopo diduga kuat menjadi pihak yang membukakan akun nominee (pinjam nama) di perusahaan sekuritas tertentu untuk kemudian dikelola oleh Benny Tjokrosaputro dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Perusahaan sekuritas yang ditunjuk itu kemudian dikendalikan oleh para tersangka untuk memanipulasi harga saham yang dibeli PT Asabri. Hanya saja, belum diungkap lebih lanjut mengenai perusahaan-perusahaan yang ditunjuk itu.
Selanjutnya, tersangka JS melaksanakan instruksi dari tersangka BT untuk penetapan harga dan transaksi jual dan beli saham pada akun rekening dana nasabah atau RDN.
“Baik pada transaksi direct maupun Reksadana yang dibeli PT Asabri sebagai hasil manipulasi harga,” lanjutnya.
Jimmy kini telah dijerat sebagai tersangka baru dalam sengkarut kasus dugaan tindak pidana korupsi di perusahaan pelat merah itu. Jimmy merupakan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations.
Jimmy Sutopo pun kemudian menampung dana hasil keuntungan investasi dari PT Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf dari tersangka Bentjok. Kemudian, transaksi keluar dan masuk itu dikelola untuk kepentingannya pribadi.
Oleh sebab itu, Jimmy menjadi tersangka pertama dalam kasus Asabri ini yang turut dipersangkakan melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi dengan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi, serta perbuatan lain yang termasuk dalam skema tindak pidana pencucian uang (TPPU),” terang Leonard.
Belum diketahui pasti ihwal mekanisme pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka Jimmy. Leonard, hanya menuturkan bahwa penyidik telah melakukan penelusuran aset terhadap hasil transaksi keuangan itu.
Dia pun menjabarkan bahwa pihaknya telah memblokir sejumlah aset. Meskipun, dia tak merinci lebih lanjut mengenai hal itu.
“Perkembangan tentang penyitaan akan kami sampaikan ke rekan-rekan,” ujarnya.
Usai jadi tersangka, Jimmy langsung ditahan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang KPK selama 20 hari terhitung mulai penetapan status tersangka, hingga 6 Maret mendatang.
Aset Perusahaan Bus
Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan pihaknya menemukan aset di Kabupaten Boyolali yang diduga dibeli salah satu tersangka kasus korupsi ASABRI, SW, selama periode 2016-2020.
Aset senilai Rp 56 Miliar itu diatasnamakan salah satu warga Kecamatan Simo, Boyolali, RM. Aset tersebut sebagian besar berupa dua perusahaan bus lengkap dengan garasi dan armadanya. Selain itu terdapat beberapa unit ruko, rumah, dan tanah kosong.
Menurut Boyamin, aset tersebut dibeli dengan uang tunai yang dibawa dalam sebuah koper dari Jakarta ke Boyolali menggunakan mobil. Penggunaan uang tunai diduga bertujuan agar transaksi jual beli tanah dan kendaraan tersebut tidak mudah dilacak.
“Uniknya, duit itu diduga dibawa dari Jakarta ke Solo dan Boyolali berupa uang tunai. Dibawa dalam koper Perusahaan itu sampai sekarang masih menghasilkan uang,” terang Boyamin.
Menurut informasi yang diperoleh Boyamin, RM sempat menolak tawaran dari SW tersebut. RM menyarankan agar aset tersebut diatasnamakan keluarga SW.
Namun SW menolak. Hal itu diduga agar kepemilikan aset tidak terlacak oleh aparat penegak hukum.
“Berarti harapannya kan memang supaya tidak terlacak kalau memang milik orang itu,” katanya.
Boyamin mengatakan, pihaknya sudah melaporkan temuan tersebut ke penyidik Kejaksaan Agung. Ia meminta agar penyidik menindaklanjuti temuan tersebut dengan memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam aliran dana korupsi Asabri tersebut.
Boyamin mengakui temuannya tersebut tidak signifikan jika dibanding kerugian negara di kasus korupsi di PT Asabri yang mencapai Rp 23,7 Triliun.
Namun demikian, ia menduga masih banyak aliran dana kasus korupsi Asabri yang mengalir dengan cara yang sama.
“Kalau hanya Rp 56 Miliar ini sebenarnya ya nggak begitu nendang. Tapi fokusnya adalah cara membawanya itu yang juga mengagetkan penyidik,” ujarnya.
Setidaknya, sudah ada sembilan tersangka yang dijerat dalam pusaran kasus korupsi di tubuh perusahaan asuransi prajurit TNI itu.
Selain Jimmy Sutopo, Kejagung turut menjerat mantan Direktur Utama PT Asabri Mayor Jenderal (Purn) Adam R. Damiri, Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja, Heru Hidayat, dan Benny Tjokrosaputro.
Kemudian, mantan Kepala Divisi Investasi Asabri Ilham W Siregar, Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, Direktur Investasi dan Keuangan Asabri Hari Setiono, dan mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Asabri Bachtiar Effendi.
Adapun kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi ini ditaksir mencapai Rp 23,7 triliun. Hal ini membuat Asabri menjadi salah satu kasus mega skandal korupsi yang terjadi di Indonesia.(J-RO)