Pasien Sakit Jantung Tak Ditangani Hingga Meninggal, Malah Rekam Medisnya Direkayasa, Dokter Jahat di RSUD Kota Bogor Harus Dihukum Berat

Pasien Sakit Jantung Tak Ditangani Hingga Meninggal, Malah Rekam Medisnya Direkayasa, Dokter Jahat di RSUD Kota Bogor Harus Dihukum Berat

- in DAERAH, HUKUM, NASIONAL
2416
0

Aparat hukum didesak segera menyeret dokter di rumah sakit pemerintah yang dengan sangat sengaja menelantarkan pasien penderita sakit jantung, hingga meninggal dunia tanpa pertolongan yang semestinya.

 

Sudah ketahuan tidak profesional dan abai dengan tugasnya sebagai Dokter, malah merancang pembenaran agar tidak dianggap melanggar sumpah jabatan dan profesinya sebagai dokter. Perilaku jahat dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor itu harus segera dibongkar dan diusut tuntas.

 

Direktur Pos Bantuan Hukum Asosiasi Advokat Indonesia (Posbakum AAI) Jakarta Timur Dharma AD Hutapea mengungkapkan, setelah diupayakan sudah hampir dua tahun untuk menyelesaikan persoalan ini dan tidak ada niat baik pihak Rumah Sakit untuk menjelaskan dan menyelesaikan persoalan ini, maka beberapa waktu lalu anggota keluarga pasien yang meninggal dunia, Sudirman S yakni suami dari pasien sakit jantung bernama Fatimah, yang sudah meninggal dunia akibat tidak mendapat penanganan serius dari dokter Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor mendatangi Pos Bantuan Hukum Asosiasi Advokat Indonesia (Posbakum AAI) Jakarta Timur untuk mendapat pertolongan hukum.

 

“Ada kelalaian yang dilakukan dokter, dan kemudian ada rekaman rapat dan percakapan berisi upaya merancang skenario jahat dari Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor bersama sejumlah dokternya agar cuci tangan dari kejadian peristiwa penanganan yang tidak bertanggung jawab terhadap pasien sakit jantung yang meninggal dunia setelah disuruh pulang dari Rumah Sakit ke rumahnya,” ungkap Dharma Hutapea, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (12/01/2018).

 

Sejak akhir 2016 hingga 2018 ini, lanjut Dharma Hutapea, pihak RSUD Kota Bogor selalu mengelak dan berupaya menghindar ketika ditanyakan penyelesaian dan pertanggungjawabannya terkait penanganan pasien Fatimah.

 

Tanpa disengaja, ungkap Dharma Hutapea, rekaman rapat dan percakapan antara Kepala Rumah Sakit atau Direktur RSUD Kota Bogor Dewi Basmala dengan dokter koas (dokter magang) bernama dokter Steffi Olivia Padriyani yang disuruh menangani pasien Fatimah, bersama sejumlah dokter rumah sakit itu, terungkap sedang merancangkan sejumlah dalil dan persekongkolan jahat untuk cuci tangan dan membuat alasan seolah-olah Fatimah meninggal bukan karena kelalaian dan pengabain pihak RSUD Kota Bogor.

 

“Rekamannya diperoleh dari pertelepon yang pada saat mereka rapat masuk ke nomor anggota keluarga pasien almarhumah Fatimah, dan direkam. Dalam rapat itu sangat jelas bagaimana para dokter itu men-skenariokan agar pasien Fatimah disebut meninggal secara wajar dan tidak ada tanggung jawab pihak rumah sakit. Rekamannya sudah kami sampaikan ke pihak Rumah Sakit agar bertanggung jawab atas semua peristiwa itu,” tutur Dharma.

 

Dharma memastikan, Pasien penderita sakit jantung Fatimah itu adalah pasien yang sudah lama selalu berobat dan selalu konsultasi kesehatannya di RSUD Kota Bogor. Selama ini, kata dia, Fatimah memang ditangani dokter specialis yakni dr Ramang Napu. Fatimah memiliki rekam medis sebagai penderita sakit jantung di RSUD Kota Bogor.

 

Nah, peristiwa terjadi pada tanggal 14 November 2016. Pada hari itu Fatimah dengan diantar anggota keluarganya mendatangi RSUD Kota Bogor karena pasien mengeluhkan sedang merasakan sakit tak terperikan di bagian dada, mengalami pusing, sesak, mual-mual, mengeluhkan rasa kita juga di bagian ulu hati dan tidak mampu berjalan.

 

“Pada saat itu, kondisi almarhumah Fatimah sudah tidak stabil, emergency. Fatimah dibawa masuk ke ruang IGD dengan menggunakan alat bantu brangkar dan didampingi oleh petugas sekuriti RSUD Kota Bogor,” ujar Dharma.

 

Di IGD, pasien ditangani oleh dokter Steffi Olivia Pradriyani seorang diri, tanpa didampingi dokter jaga tetap IGD yang harusnya bertugas hari itu yakni dokter Irfan. Belakangan diketahui bahwa dr Steffi adalah dokter baru lulus kuliah dan sedang magang di RSUD Kota Bogor sebagai koas.

 

Pada saat itu, lanjut Dharma, sebelum dr Steffi Olivia Padriyani melakukan tindakan, pasien dengan didampingi anggota keluarga yang mengantarnya sudah menjelaskan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang dialami Fatimah.

 

“Juga sudah ditunjukkan pula jenis-jenis obat yang dikonsumsi oleh Almarhumah Fatimah selama sakit. Obat-obat itu merupakan resep yang diberikan oleh dokter Ramang Napu, dan dijelaskan pula pada saat itu bahwa Fatimah adalah pasien tetap dari dokter Ramang Napu sebagai pasien dengan riwayat penyakit jantung,” ujar Dharma.

 

Setelah mendapat penjelasan mengenai kondisi itu, dr Steffi Olivia pun melakukan tindakan berupa pengecekan tensi, pengecekan dengan mempergunakan EKG (pemeriksaan Elektrokardiogram), kemudian melakukan penyuntikan untuk menghilangkan rasa sakit pada ulu hati atau bagian dada, serta memberikan resep obat-obatan untuk dibawa pulang dan dikonsumsi pasien.

 

“Dengan tindakan-tindakan yang sudah dilakukannya itu, dokter Steffi Olivia menyatakan pasien Fatimah baik-baik saja dan dirujuk untuk dapat dibawa pulang ke rumah,” ujar Dharma.

 

Kok segampang itu pasien disuruh pulang? Menurut Dharma, pihak keluarga sudah curiga dan melihat adanya sejumlah kejanggalan dengan proses penanganan hingga disuruh pulang ke rumah. Dharma mengatakan, dokter Steffi Olivia diduga sudah melakukan sejumlah kelalaian, di mana kondisi pasien Fatimah saat itu masih sangat lemah, tidak stabil, seharusnya dokter merekomendasikan untuk segera ke dokter specialis atau ke rumah sakit rujukan penanganan sakit jantung. “Malah disuruh pulang,” ujar Dharma.

 

Dengan tetap mempergunakan brankar, sekuriti RSUD Kota Bogor membantu pasien Fatimah untuk dibawa pulang, padahal pasien masih terus mengeluhkan sakit sebagaimana dijelaskannya di awal masuk IGD.

 

Dharma menyampaikan, terjadi juga kejanggalan-kejanggalan lainnya, yakni tidak diberikan penanganan bantuan oksigen padahal pasien masih mengalami gejala sesak nafas. Dokter Steffi Olivia juga tidak melakukan infus padahal pasien Fatimah mengalami muntah-muntah, kekurangan cairan yang berujung pada kondisi fisik kian lemas, dan tidak kuat untuk berjalan.

 

“Juga tidak dilakukan komunikasi dengan dokter spesialis yang pada hari itu bertugas di RSUD Kota Bogor yakni dokter Rina Elfiani,” ungkap Dharma.

 

Selanjutnya, setelah dilakukan pengecekan juga terhadap obat-batan yang diberikan dan yang disuntikkan dokter Steffi Olivia kepada pasien Fatimah, ternyata ada sejumlah obat yang memang tidak boleh dikonsumsi oleh pasien Fatimah.

 

“Ada beberapa obat yang diberikan dan disuntikkan yang ternyata tidak boleh diberikan kepada pasien penyakit jantung,” tutur Dharma.

 

Sesampainya di rumah, pasien Fatimah masih terus mengeluhkan sakit dan kondisinya kian drop. Tangannya dingin namun badannya berkeringat tak henti-hentinya. Pihak keluarga berupaya mengurangi rasa sakit yang dikeluhkan dengan memberikan obat yang sudah diserahkan dokter Steffi di rumah sakit. Selama satu jam berselang, pasien Fatimah terus mengalami muntah-muntah. Hingga malam harinya tidak ada perubahan membaik, dan tidak bisa beristirahat.

 

Pukul 02.40 dini hari, pasien Fatimah yang sedang duduk di sofa menghadap ruang tamu di rumah, mengeluhkan sakit, anggota keluarga berusaha mengusap bagian punggung dengan harapan sakit yang dikeluhkan pasien agak berkurang.

 

Saat itu kondisi pasien sudah tidak berdaya, dan hanya hembusan nafasnya masih terasa. Wajah dan badan Fatimah sudah tampak pucat. Pihak keluarga berusaha membangunkan Fatimah, sebagian anggota keluarga juga berhamburan meminta pertolongan ke tetangga sebelah rumah, yang kebetulan seorang dokter, namun subuh itu tak ada yang bangun lagi menolong.

 

Dengan bantuan beberapa kawan dan anggota keluarga yang sedang berjaga di kediaman pasien, menghubungi  RSUD Kota Bogor. Dengan dibantu mobil sekuriti dan anggota sekuriti RSUD Kota Bogor, subuh itu Fatimah dibawa dengan posisi direbahkan di bagian belakang mobil dengan dijaga anggota keluarga hingga tiba di IGD.

 

“Di IGD, sekuriti mengambil brankar dan memasangnya ke pasien Fatimah, dan menunggu dokter yang tampak juga lelet subuh itu. Setelah diperiksa, pihak IGD menyampaikan bahwa Ibu Fatimah sudah menghembuskan nafas yang terakhir dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Sudah meninggal sebelum tiba di IGD. Pukul 03.15 subuh itu pihak rumah sakit memastikan bahwa Fatimah sudah meninggal dunia. Dan tubuhnya masih dibiarkan terbujur tanpa penanganan apapun,” ujar Dharma.

 

Pada pukul 06.00, pihak sekuriti RSUD Kota Bogor memanggil anggota keluarga agar mengurus surat kematian. Dan jenasah boleh dibawa pulang dengan mempergunakan mobil Ambulance dengan biaya Rp 250. 000,- (dua ratus ribu rupiah).

 

Dijelaskan Dharma, pihaknya juga menduga Dokumen Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor Resume Medik/Ringkasan Medik yang diberikan pihak RSUD Kota Bogor yang ditandatangani dokter Seteffi Olivia P selaku dokter pemeriksa dan dokter Irfan selaku dokter jaga tetap IGD tanggal 21 Januari 2017 tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

 

“Setidak-tidaknya berupa keterangan rencana rawat, telah diberikan pengantar rawat tetapi kamar penuh, sehingga disarankan untuk rujuk ke rumah sakit lain, tetapi keluarga menolak untuk dirujuk karena hanya ingin dirawat oleh dokter Ramang Napu tetap dilanjutkan. Itu rekam medis yang direkayasa oleh pihak RSUD Kota Bogor,” ungkap Dharma.

 

Dikatakan Dharma, rekayasa rekam medik itu semakin diperkuat dengan adanya rekaman rapat dan percakapan dokter dan manajemen RSUD Kota Bogor agar dikondisikan seolah-olah sudah melalui prosedur semestinya, padahal tidak.

 

Dharma mengingatkan, pihak RSUD Kota Bogor dan dokter Steffi Olivia Padriyani secara nyata telah melakukan kelalaian dan malah melakukan rekayasa rekam medik. Dokter dan pihak RSUD Kota Bogor diduga telah melanggar Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Per); Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang yang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

 

Selain itu, pihak RSUD Kota Bogor dan dokter Steffi Olivia Padriyani juga dijerat dan melanggar Pasal 266 ayat 1 junto pasal 88 junto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

 

“Kami sudah berupaya melakukan komunikasi dan bahkan sudah melayangkan somasi ke RSUD Kota Bogor dan dokter Steffi Olivia Padriyani, namun tidak ada respon yang baik, tidak ada niat baik mereka untuk mempertanggungjawabkan kejadian ini. Karena itu, kami mendesak Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Aparat penegak hukum dan seluruh masyarakat membongkar dan mengusut tuntas persoalan ini,” pungkas Dharma.

 

Dalam tanggapan Somasi terdahulu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor (RSUD Kota Bogor) dr Dewi Basamala menyampaikan, bahwa ketika masuk ke IGD RSUD Kota Bogor pada Senin 14 November 2016, pukul 10.37 WIB, pasien Fatimah sudah dilakukan pemeriksaan dan pengecekan sesuai prosedur.

 

“Resumenya sudah kami sampaikan sebelumnya. Maka berdasarkan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada saat pasien datang telah ditegakkan diagnosa dan sudah dilakukan terapi sesuai standar pelayanan medik yang ada di RSUD Kota Bogor,” tutur Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor (RSUD Kota Bogor) dr Dewi Basamala dalam jawaban merespon somasi pada 23 Februari 2017.

 

Kemudian, lanjut Dewi Basmala, berdasarkan data yang ada pada pihaknya, disampaikan bahwa yang dilakukan dokter jaga IGD RSUD Kota Bogor sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) RSUD Kota Bogor. “Demikian dapat kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih,” tutup dr Dewi Basmala.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset