Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mempersiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) no. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
Salah satu isu krusial dalam Revisi PP SDM KPK tersebut adalah perpanjangan masa tugas jaksa yang bekerja di KPK. KPK beralasan revisi PP SDM KPK dibutuhkan karena melihat beban KPK yang tambah banyak sedangkan banyak jaksa yang harus kembali ke Kejaksaan Agung.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menuturkan, ketentuan PP SDM KPK yang saat ini berlaku masih cukup ideal sehingga tidak urgen atau tidak ada alasan mendesak untuk dilakukan revisi.
“Berdasarkan PP SDM KPK yang saat ini berlaku pada intinya menyebutkan syarat batasan waktu pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK adalah paling lama 10 tahun,” ujar Agus, dalam siaran pers, Selasa (29/05/2018).
Hal ini dapat dilihat dari PP SDM KPK. Pasal 5 Ayat (3) PP tersebut menyebutkan masa penugasan pegawai negeri yang dipekerjakan pada komisi selama 4 tahun. Pasal 5 Ayat (4) dan Ayat (5) pada intinya menyatakan masa penugasan dapat diperpanjang paling lama 6 tahun dan dilakukan 2 tahap. Tahap pertama paling lama 4 tahun dan tahap kedua paling lama 2 tahun, setelah pimpinan komisi berkoordinasi dengan pimpinan instansi asal.
Menurut Agus, pimpinan KPK sebaiknya tidak terburu-buru dalam melakukan Revisi PP SDM KPK sebelum adanya kajian yang akuntabel dan demi menjaga independensi KPK. Dalam catatan ICW, ancaman terhadap independensi KPK justru berasal dari internal KPK sendiri yaitu berkaitan dengan potensi loyalitas ganda dari pegawainya yang berasal atau diperbantukan dari instansi lain.
“Potensi loyalitas ganda ini memberikan pengaruh tidak maksimalnya KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di instansi penegak hukum seperti di Kejaksaan dan Kepolisian,” terangnya.
Untuk menghindari ancaman terhadap independensi ini, idealnya penyidik KPK adalah penyidik yang juga independen dalam artian penyidik yang diseleksi dan diangkat sendiri oleh KPK dan bukan berasal dari anggota Kepolisian atau Kejaksaan yang masih berdinas.
Selain itu, upaya perpanjangan masa tugas jaksa di KPK dapat dimaknai sebagai upaya memberikan keistimewaan terhadap kaksa di KPK. Kondisi ini nantinya dapat menimbulkan kecemburuan dari pihak lain dan akan menuntut hal yang sama kepada pimpinan KPK.
“Muncul pula kesan bahwa rencana Revisi PP SDM KPK merupakan desakan atau pesanan dari pihak-pihak yang akan berakhir masa tugasnya di KPK,” ungkap Agus.
Dia menambahkan, hingga saat ini belum ada upaya sosialisasi atau publikasi dari rancangan revisi PP SDM KPK. Sehingga wajar saja jika publik mencurigai bahwa proses pembahasan revisi aturan tersebut dilakukan secara tertutup.
Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakn salah satu yang akan direvisi dari PP SDM KPK adalah soal penambahan masa kerja pegawai KPK. Khususnya bagi jaksa penuntut umum yang saat ini masih bekerja di KPK.
Hal itu dilakukan karena tim penuntut umum hanya bersumber dari Kejaksaan Agung, tidak bisa berasal dari tempat lain. Sementara kasus semakin banyak, tetapi jaksa banyak yang akan berakhir masa baktinya. “Kami minta biro hukum revisi PP, tujuan spesifik, kalau penyelidik, penyidik sumber dari manapun. Tapi khusus jaksa nggak bisa tempat lain,” katanya.
Dengan alasan kebutuhan SDM jaksa, pihaknya mengusulkan agar PP itu bisa direvisi. Hal itu dilakukan dengan cara jaksa yang belum dipanggil ke lembaga asalnya, akan tetap dipertahankan oleh KPK. “Khusus jaksa meski sudah 4-4-2 tapi belum diminta kejaksaan agung jangan dipulangkan tapi akan dipertahankan,” kata Agus.(JR)