Kriminalisasi Masyarakat Adat di Sumut Kembali Berulang, Bagaimana Ini Pak Jokowi?

Kriminalisasi Masyarakat Adat di Sumut Kembali Berulang, Bagaimana Ini Pak Jokowi?

- in NASIONAL
536
0
Kriminalisasi Masyarakat Adat di Sumut Kembali Berulang, Bagaimana Ini Pak Jokowi?

Kemarin (Rabu 1 Februari 2017), dua orang anggota Masyarakat Adat Oppu Bolus menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan pembakaran lahan PT TPL di Polres Tapanuli Utara. Tindakan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat kok masih terus terjadi.

Koordinator Advokasi Kelompok Studi Prakarsa Pemberdayaan Masyarakat (KSPPM) Rocky Pasaribu mengungkapkan, kejadian itu merupakan panggilan kedua untuk pemeriksaan saksi atas nama SS (38 Tahun) dan LS (23 Tahun) di Polres Tapanuli Utara. Keduanya dilaporkan oleh JS (Humas PT Toba Pulp Lestari) dengan tuduhan pembakaran lahan yang diakui TPL sebagai bagian konsesi TPL pada 03 Oktober 2016. Keduanya menjalani proses pemeriksaan diantar oleh puluhan masyarakat dengan pendampingan KSPPM, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) dan Bakumsu.

Rocky menjelaskan, Masyarakat Adat Oppu Bolus adalah masyarakat adat yang bertempat tinggal di Sabungan Huta V, Kecamatan Sipahutar, serta wilayah adatnya berada di Huta Napa, Desa Sabungan Huta IV. Wilayah adat seluas 2.500 Ha yang dikuasai oleh PT Toba Pulb Lestari (TPL) melalui izin konsesi sejak tahun 1982. Pada September 2016, 90 Kepala Keluarga Masyarakat Adat Oppu Bolus berupaya memasuki dan melakukan reklaiming atas wilayah adatnya seluas 500 Ha. Masyarakat melakukan plangisasi pengakuan keberadaan mereka dan menanami areal tersebut dengan nenas serta pohon kemenyan.

“Tuduhan pembakaran lahan digunakan oleh TPL yang merasa terusik atas langkah reklaiming yang dilaukan masyarakat adat Oppu Bolus,” ucap Rocky Pasaribu dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Kamis (02/02/2017).

Dijelaskan Rocky, hingga kini kasus kriminalisasi Masyarakat Adat di Sumatera Utara masih terus terjadi meskipun sudah ada putusan MK 35 / 2013 yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara dan putusan MK 95/2016 yang menyatakan masyarakat adat tidak boleh dipidanakan yang menetap dikawasan hutan yang menguasai secara turun temurun.

“Sudah selayaknya pendekatan kriminalisasi yang memihak pada modal harus segera dihentikan,” ujar Rocky.

Jespaer Simanjuntak (39 Tahun), Ketua perjuangan masyarakat adat Oppu Bolus menyampaikan harapannya agar Pemerintahan Jokowi dan Pemerintah Daerah mendukung perjuangan masyarakat adat pomparan (keturunan) Oppu Bolus dengan mengakui dan melindungi keberadaan mereka.

“Kami berharap Pak Jokowi dan jajarannya tidak tutup mata. Kami juga minta agar polisi jangan melakukan kriminasasi kepada kami masyarakat adat yang memperjuangkan hak adat kami yang turun temurun,” ujar Jaspaer.

Dia mengatakan, Masyarakat Adatnya sangat membutuhkan wilayah adat itu agar dikembalikan kepada mereka. “Hanya dengan begitu kami bisa memperbaiki ekonomi kami dan bisa sejahtera. Sudah terlalu lama tanah kami di kuasai paksa oleh TPL dan tanpa sewa. Belum lagi ecalyptus yang ditanam TPL telah mempengaruhi produksi kemenyan kami”.

Boru Tambunan, ibunda salah seorang saksi yang diperiksa (LS) merasa kaget dengan panggilan yang dilakukan kepolisian terhadap anaknya. Dia tak mengerti mengapa mereka diperlakukan seperti itu.

“Ngerilah bu, datang surat panggilan dari polisi, aku tak pernahlah tidur memikirkan anakku ini, sejak ada surat panggilan itu”, A Br Tambunan (45 Tahun) ibu LS menyatakan keluh kesahnya.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset