Kebijakan-Kebijakan Jokowi Sudah Sangat Merugikan Nelayan, Segera Lakukan Evaluasi

Kebijakan-Kebijakan Jokowi Sudah Sangat Merugikan Nelayan, Segera Lakukan Evaluasi

- in NASIONAL, POLITIK
433
0
Kebijakan-Kebijakan Jokowi Sudah Sangat Merugikan Nelayan, Segera Lakukan Evaluasi.

Masyarakat diajak untuk segera melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang sudah sangat merugikan nelayan Indonesia.

Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa mengatakan, dengan melakukan evaluasi janji Jokowi saat menggelar kampanye di Pilpres 2014 lalu hingga hampir tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK kali ini, sudah banyak kebijakan pemerintah yang sangat merugikan nelayan Indonesia.

“Mari bersama masyarakat nelayan Indonesia untuk evaluasi paket kebijakan yang sangat merugikan nelayan. Masyarakat perikanan Indonesia harus kembali menagih komitmen pemerintahan Jokowi-JK agar nelayan tercapai hajat hidup dan kesejehateraannya,” tutur Rusdianto Samawa, di Jakarta, Senin (11/09/2017).

Menurut Kepala Pusat Studi Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (PBHNI) ini, kondisi Pilpres 2014 sangat jauh berbeda dengan saat ini. Pada Pilpres lalu, Jokowi sangat banyak melakukan blusukan ke nelayan Indonesia. Bahkan, hampir semua keluhan dan persoalan nelayan didengar dan dijanjikan akan diperbaiki oleh Jokowi, jika dirinya terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.

“Pada kampanye Pilpres 2014 lalu, Jokowi melakukan blusukan ke sentra-sentra perikanan di seluruh wilayah pesisir Pantura Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, tak ada daerah yang terlewatkan. Semua daerah pesisir itu dijamah oleh seorang Jokowi. Saat itu, beliau masih sebagai calon presiden,” ujar Rusdianto.

Dia mengatakan, tujuan blusukan itu sudah sangat jelas, ingin mendapatkan sumbangan suara dalam Pilpres 2014 lalu. Dan memang, lanjut Rusdianto yang juga Wakil Sekjend Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI)ini, perolehan suara Jokowi dari nelayan sangat signifikan.

“Ya, lumayan sumbangan suara nelayan berkisar hingga 19,92% dari total jumlah 22 juta Kepala Keluarga dan 43 juta jiwa yang memiliki hak suara dalam perhelatan pemilu presiden, mungkin saja sekarang meningkat jumlahnya. Data itu, diperoleh dari masyarakat pesisir yang memiliki perahu dan alat tangkap ikan,” ujar Rusdianto.

Kini, meski disebut sebagai Pilpres paling demokratis, dalam perjalanannya, demokrasi kini pun menjadi suram.

“Karena tangan kotor bekerja dengan kepalsuan dibalik hukum. Padahal, koruptor yang perlu dihukum dibiarkan gentayangan,” ujarnya.

Rusdianto menekankan, nelayan bagian dari korban tangan besi Kementerian Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia. Nelayan begitu dielu-elukan dalam poros pertarungan pilpres karena memang sedang dieksploitasi untuk mendapatkan suara.

“Setelah menang, nelayan pun menerima genosida kebijakan KKP RI melalui berbagai peraturan menteri yang tidak mengenal mekanisme Undang-Undang dan prinsip pertimbangan dalam aspek kebijakan,” katanya.

Dari berbagai masalah nelayan yang ada, dan dengan membaca arah pemerintahan Jokowi-Jk yang telah berubah dari harapan nelayan. Dimana, sebelumnya pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen terbuka terhadap kebijakan yang bersifat top down.

“Akan tetapi, tidak berjalan sesuai dengan kehendak nelayan. Padahal sepatutnya, Presiden yang terpilih melalui suara nelayan khususnya, sudah saatnya memenuhi janji-janji kampanye untuk nelayan Indonesia,” ujar Rusdianto.

Sekarang, lanjut dia, daerah-daerah pesisir Indonesia mengalami degradasi ekonomi dan menjelang kematian usaha. Para pelaku usaha merasa dibohongi oleh pemerintahan Jokowi-JK melalui berbagai regulasi yang ada, misalnya Inpres No.7 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan Industri.

“Komitmen pemerintahan Jokowi-Jk sangat diragukan oleh nelayan saat ini. Karena nelayan sendiri bukan justru bertambah sejahtera, tetapi dimiskinkan oleh banyak regulasi menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,” ujarnya.

Kalau saja Presiden Jokowi berkomitmen memperhatikan nasib nelayan, kata Rusdianto, tentu semua aturan yang melanggar asas manfaat dapat dibatalkan karena sudah banyak aspek yang dirugikan. Kebijakan-kebijakan sepihak KKP RI sudah merugikan banyak pihak yang sudah berlangsung 3 tahun ini.

Namun, nelayan masih menunjukkan rasa baik dan percaya diri cara dialog dan presentasi hasil penelitian di Kantor Staff Kepresidenan. Hasilnya pun tidak tanggung-tanggung, yakni alat tangkap Cantrang ramah lingkungan.

Begitu juga, hasil demonstrasi nelayan pada 11 Juni 2017 yang memberikan keleluasaan pada nelayan untuk beroperasi.

“Akan tetapi, hal itu masih tarik ulur, dari tahun ke tahun. Nelayan masih menjadi bancakan politik kebijakan dan korban dari segala konspirasi kekuasaan,” ujarnya.

Dikatakan Rusdianto, pemerintah belum benar-benar menyadari bahwa kebijakan menteri KKP RI telah memporak-porandakan piranti struktur ekonomi yang sudah tertata rapi sebelumnya. Penghasilan nelayan tahun 2000-2014 meningkat di atas rata-rata, namun pada jabatan menteri KKP RI sekarang, penghasilan nelayan anjlok hingga nyungsep kedasar harga paling rendah tawaran aspek perikanan dan kelautan.

“Maka, sebaiknya pemerintahan Jokowi-JK sudah waktunya untuk dievaluasi khusus investasi perikanan dan pengembangan industri kelautan. Karena mayoritas nelayan, mencurigai akan adanya aktivitas asing dalam skema struktur kebijakan KKP RI saat ini. Masa depan kelautan dan perikanan diambang batas kehancuran, bukan lagi normal tetapi kelesuan di berbagai aspek,” ujarnya.

Hal ini sangat butuh kajian strategis, untuk memberikan endors terhadap situasi dan kondisi perikanan agar dapat mengembalikan ekosistem ekonomi nelayan sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Bayangkan saja, lanjut dia, kalau alat tangkap ikan yang digunakan oleh nelayan harus dimatikan oleh pemerintahan Jokowi-JK melalui kebijakan KKP RI, bagaimana nasib nelayan? Apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki ekonomi keluarganya? Tentu ini harus menjadi bahan renungan pemerintahan ini agar secepatnya menyelesaikan persoalan nelayan yang masih dalam keadaan carut marut.

“Nelayan senantiasa menolak seluruh intervensi penguasa yang dapat merugikan nelayan itu sendiri. Apalagi melarang alat tangkap yang selama ini dikenal ramah lingkungan dan dipakai sejak zaman tahun 1900-an,” pungkas Rusdianto. (JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset