Hutan Adat Sudah Diakui Negara, Selanjutnya Apa? Pemerintah Harus Tingkatkan Efisiensi dan Efektivitas Birokrasi

Hutan Adat Sudah Diakui Negara, Selanjutnya Apa? Pemerintah Harus Tingkatkan Efisiensi dan Efektivitas Birokrasi

- in NASIONAL
553
0
Hutan Adat Sudah Diakui Negara, Selanjutnya Apa? Pemerintah Harus Tingkatkan Efisiensi dan Efektivitas Birokrasi.

Langkah Presiden Jokowi memberikan Surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat kepada sembilan kelompok masyarakat hukum adat, seluas 13.122,3 hektare beberapa waktu lalu terus mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan. Surat keputusan tersebut menjadi bukti pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam mengelola hutan secara administratif.

 

Direktur Epistema Institute, Luluk Uliyah, mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan pengakuan bagi masyarakat adat untuk mengelola hutan. “Kami memberikan apresiasi yang besar kepada Presiden Jokowi karena setelah empat tahun keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi no. 35 tahun 2012, hutan adat tidak lagi berada di dalam hutan negara” katanya di Jakarta, Sabtu (07/01/2017).

 

Negara akhirnya memberikan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat. Namun pihaknya tetap berharap agar pengakuan hutan adat ini tidak hanya berhenti pada sembilan hutan adat saja, tetapi berlanjut pada masyarakat adat lainnya. Luluk mengungkapkan, saat ini ada ribuan masyarakat adat yang sedang menunggu pengakuan dari negara.

 

“Untuk itu, pemerintah harus lebih aktif dalam mendorong pengakuan hutan adat dengan memfasilitasi proses pengakuan yang lebih cepat, efektif dan efisien,” ujarnya.

 

Luluk menambahkan, untuk mencapai percepatan pengakuan hutan adat sebagaimana menjadi komitmen Jokowi diperlukan sejumlah langkah konkrit dan tindakan hukum dari pemerintah. Mulai dari memangkas prosedur yang panjang dan rumit. Alasannya, sembilan hutan adat yang diakui saat ini merupakan hasil dari proses panjang dan rumit selama dua tahun.

 

“Pemerintah harus melaksanakan penetapan hutan adat secara aktif, selain melalui mekanisme permohonan oleh masyarakat hukum adat,” terangnya. Apalagi, Permen LHK 32/2015 menganut dua mekanisme, yaitu aktif dan pasif. Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak sekedar memangkas dan membikin prosedur yang efektif dan effisien, namun juga termasuk mekanisme aktif untuk melakukan proses pendataan, pengakuan, dan penetapan.

 

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Dahniar Andriani, mengatakan peran pemerintah daerah harus lebih maksimal agar tidak terjadi proses bolak balik yang panjang antara institusi di tingkat pusat dengan daerah.

 

“Suatu proses yang terarah harus dilakukan KLHK bersama pemerintah daerah, terutama di awal tahun ini agar rencana pengakuan hutan adat menjadi target baik dari pemerintah pusat maupun daerah,” katanya.

 

Dia mencatat, saat ini kebijakan pengakuan hutan adat masih berada pada tahap pengakuan, belum pada pemberdayaan. Kebijakan komprehensif perlu untuk menjangkau isu pemberdayaan agar masyarakat adat merasakan manfaat langsung pengakuan hutan adat.

 

Menurut Dahniar, kebijakan tersebut dapat dikembangkan dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Misalnya, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

 

“Kami menyadari agenda besar sudah menunggu kita semua, yakni memastikan penetapan dijalankan sesuai mandat konstitusi, mengawal hutan adat yang telah ditetapkan, dan memastikan bahwa penetapan selanjutnya lebih transparan, mudah, dan terbuka,” tandasnya.

 

Direktur Eksekutif Kelompok Studi Pengembangan Prakasa Masyarakat (KSPPM), Suryati Simanjuntak, mengapresiasi langkahPresiden Jokowi mengumumkan pengembalian 13.000 hektare wilayah adat kepada sembilan kelompok masyarakat adat, termasuk masyarakat adat Tanah Batak, Pandumaan – Sipituhuta di Sumatra Utara.

 

Pihaknya telah bekerja mendampingi masyarakat Pandumaan – Sipituhuta, dan masyarakat lain yang tengah berjuang mendapatkan hak wilayah, selama lebih dari satu dekade. “Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi pemerintah, khususnya Jokowi dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atas penyerahan wilayah adat ini. Namun, perjuangan masyarakat harus terus diperkuat, terutama bagi mereka yang belum menerima hak-hak mereka,” katanya.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Hakim ‘Gemes’ di Sidang Bongkar Kejahatan Biksu Perempuan dan Keluarganya pada PN Jakarta Utara

Persidangan kasus pidana dengan Nomor Perkara 246/Pid.B/2024, di