Gubernur DKI Yang Sekarang Kagak Rasional, Kader Gerindra Ini Bilang Pemimpin DKI Harus Berfikir Rasional

Gubernur DKI Yang Sekarang Kagak Rasional, Kader Gerindra Ini Bilang Pemimpin DKI Harus Berfikir Rasional

- in DAERAH
569
0
Gubernur Yang Sekarang Kagak Rasional, Kader Gerindra Ini Bilang Pemimpin DKI Harus Berfikir Rasional.

Cara kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta mendatang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan di Ibu kota Negara. Melihat Jakarta yang merupakan pusat dari seluruh sektor pembangunan, maka cara-cara yang rasional sangat diperlukan.

Kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang juga Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi mengatakan, kepemimpinan yang ideal untuk Jakarta ke depan harus mampu mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai demokrasi. Sehingga, masyarakat dapat semakin terbangun cara berfikirnya.

“Pemimpin itu harus dapat memberikan informasi yang benar, bahwa berdemokrasi itu seperti apa, supaya masyarakat kita pintar, jangan dibuat masyarakat itu bodoh atau di manipulatif informasinya supaya menyimpulkan sesuatu yang tidak benar, ini yang sering kali dilakukan oleh pemimpin sekarang,” ujar Sanusi di kantor DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (28/03/2016).

Selain peran pemimpin, menurut Sanusi, peran media saat ini juga tidak kalah penting dalam membangun cara berfikir masyarakat Jakarta agar lebih kreatif dengan memberikan informasi yang bermanfaat.

“Ini peran media kuat disini, dengan menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga masyarakat dapat semakin cerdas,” ujarnya.

Dalam hal penyampaian informasi tersebut, lanjut dia, Pemprov DKI masih jauh dari harapan. Hal itu terlihat ketika Gubernur DKI Jakarta Ahok menyampaikan bahwa lebih baik APBD rendah penyerapannya dari pada harus di korupsi.

Padahal, ukuran keberhasilan suatu daerah terlihat dari seberapa besar penyerapan anggarannya. Jika semakin besar penyerapannya maka dapat dikatakan tingkat keberhasilan daerah semakin tinggi, karena anggaran itu merupakan belanjanya publik, belanja kebutuhan masyarakat, belanja modal negara. Sehingga, jika belanja publik dikeluarkan maka kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

“Mendingan enggak diserap, dari pada harus dilakukan praktek korupsi. Itu namanya memberikan edukasi yang salah, yang benar itu tidak di korupsi dan diserap anggarannya. Perlu diingat tahun kemarin penyerapan anggaran DKI merupakan penyerapan paling terendah sepanjang sejarah,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, pemimpin itu juga jangan suka merasionalisasi sesuatu hal yang belum terukur kebenarannya.

“Saya orang yang konsern terhadap mengedukasi orang. Jangan edukasi yang disampaikan malah menjadi seperti dirasionalisasi malah masyarakat jadi bodoh. Seperti apa yang dijanjikan Pemprov DKI untuk membuka ruang terbuka hijau sebanyak 5 persen dari wilayah Jakarta, namun yang berjalan cuman 0,2 persen. Sangat jauh jauh sekali dari target. Jadi harus diukur dulu kesanggupannya baru dilakukan,” ujarnya.

Lebih lanjut, menurut bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari partai Gerindra ini, pola komunikasi juga merupakan hal yang penting dalam menjalankan pemerintahan.

“Di Jakarta itu serba lengkap, masyarakatnya dari Sabang sampai Merauke ada, begitupun budaya dan agamanya. Dari yang gembel sampai kaya juga ada disini. Untuk itu diperlukan cara komunikasi yang baik. Jika hal itu terjadi dengan baik maka tujuannya pun akan lebih baik,” ujarnya.

Selain itu, kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat ini sangat tidak pro terhadap masyarakat menengah ke bawah. Hal itu terlihat dari kebijakan lelang konsolidasi yang telah dicanangkan Pemprov DKI mulai Januari 2015 yang dinilai dapat mematikan usaha menengah ke bawah.

“Alasannya tidak rasional, dalam rangka percepatan pembangunan makanya di konsolidasi lelangnya. Contoh, yang harusnya Kuasa Pengguna Anggaran ada empat di gabungin satu semua. Otomatis yang mendapatkannya kan penguasa menengah ke atas karena modal besar. Terus dari segi pelaporan siapa yang tanggung jawab itu? Lalu siapa yang mengawasi itu? Jadi sangat menimbulkan banyak persoalan,” ujarnya.

Menurut Sanusi, gedung UKM yang dahulu yang tempat menampung para pengusaha menengah ke bawah saat ini sudah beralih fungsi.

“Di belakang Thamrin City itu dulu ada gedung UKM, yang salah satunya saya yang menyerahkan kepada Pemprov DKI. Sekarang, lihatlah, itu malah sudah dialihfungsikan ke swasta. Ini menunjukkan pemerintah tidak konsern terhadap usaha kecil menengah, gedungnya aja tidak dikelola dengan baik, gimana dengan pelakunya?,” ujarnya.

Terkait dengan persoalan kemacetan dan banjir yang selalu mewarnai kota Jakarta, Sanusi juga menilai, Pemprov DKI tidak sepenuhnya konsentrasi dengan persoalan itu. Terlihat dari anggaran dalam APBD 2016, anggaran untuk mengatasi kemacetan hanya 4 triliun rupiah dan mengatasi banjir 3,7 triliun rupiah dari total APBD sebesar 63 triliun rupiah.

“Harusnya kalau serius ngurusin macet harusnya dihabisi kesitu anggarannya begitu juga dengan masalah banjir. Ini tidak, malah anggaran untuk tunjangan kinerja PNS yang lebih besar,” ujar Sanusi.

Sanusi juga meminta kepada Pemprov DKI untuk membuat aplikasi online atau elektronik untuk informasi pemasukan kas daerah Jakarta.

“Masa iya seluruh belanja online tapi pendapatan tidak online. Harusnya kan sama. Agar lebih transparah loh,” pungkasnya.(Richard)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Tak Mempan Jalur ‘Soft’, Banthe Bodhi Setuju ‘Main Keras’ Untuk Hentikan Sepak Terjang Biksuni Eva alias Suhu Vira Vasu dan ‘Biksu Liar’ Lainnya

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) yakni