Pancasila adalah landasan peradaban bangsa Indonesia. Pancasila menjawab kegelisahan akan peradaban yang dibangun manusia berwajah dua yaitu mempesona sekaligus menakutkan.
Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Melkior Waramas mengatakan, pesona bangsa Indonesia adalah pada keanekaragaman suku, agama, adat dan budaya. Jika tidak, maka tercerabut dari akar itu.
“Dalam keanekaragaman sumber daya alam dan sumber daya manusianya, Pancasila dijadikan dasar hidup berbangsa dan bernegara sesuai cita-cita yang dicanangkan sejak masa kemerdekaan. Otonomi subjektif manusialah, yang menentukan sikap dan tingkah laku dalam berbangsa dan bernegara,” ujar Melkior dalam siaran persnya, Jumat (02/06/2017).
Namun, lanjut dia, kondisi masyarakat yang kesadaran kolektifnya semakin melemah, di mana bidang-bidang kehidupan yang dikuasai oleh kesadaran kolektif semakin menyempit.
“Sebagai akibatnya, ruang gerak bagi perbedaan-perbedaan individu dan individualisme semakin kental. Individu kehilangan pegangan dan terbongkar dari akarnya,” kata dia.
Melki mengatakan, situasi semacam ini memperlemah ikatan sosial yang mempersatukan individu dengan kelompok-kelompok sosial masyarakat umum.
“Secara sosial hidup ini menjadi tidak berarti. Akibatnya perkembangan solidaritas sosial, termaktub dalam nilai-nilai Pancasila yang merupakan pilar utama bagi kehidupan masyarakat, terancam,” katanya.
Seharusnya, lanjut dia, Pancasila sebagai nilai dan norma peradaban bangsa sesuai buti-butirnya; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Seharusnya itu tetap dipegang teguh dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia,” pungkasnya.(JR)